Poin-poin Penting UU KUHAP yang Wajib Anda Ketahui, Berlaku 2 Januari 2026

Poin-poin Penting UU KUHAP yang Wajib Anda Ketahui, Berlaku 2 Januari 2026

Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR.

Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun 2025-2026, Selasa (18/11/2025), di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.

Rapat pengsahan dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dan turut dihadiri para Wakil Ketua DPR yaitu Sufmi DASCO Ahmad, Adies Kadir, Saan Mustafa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal.

Sebelum diresmikan, perencanaan RKUHAP lebih dulu disampaikan oleh Ketua Komisi III Habiburokhman dengan menjelaskan alur pembahasan RKUHAP.  

Setelah selesai pembacaan, Puan selaku pimpinan sidang meminta pendapat kepada seluruh tamu undangan yang hadir apakah RKUHAP dapat disahkan sebagai Undang-Undang. Seluruh tamu undangan serentak menjawab setuju sehingga KUHAP resmi menjadi Undang-Undang.

Pengesahan KUHAP tidak luput dari pro-kontra karena sebagian isinya dianggap mempersempit ruang gerak masyarakat, sebagian lainnya dinilai mampu menegakkan perlindungan masyarakat hingga hak asasi manusia.

Berikut Poin-poin KUHAP Terbaru yang Perlu Diketahui Masyarakat

1. Penyadapan Perangkat Elektronik

Dalam Pasal 1 ayat (36) dijelaskan bahwa penyadapan adalah kegiatan memperoleh informasi pribadi yang dilakukan secara rahasia dalam penegakan hukum dengan cara mendengarkan, merekam, membelokkan, menghambat hingga mengubah. Di Pasal 136 ayat (1) ditegaskan bahwa penyadapan untuk kepentingan penyidikan.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan Undang-Undang penyadapan akan dibentuk secara khusus untuk menjelaskan secara rinci sistematis penyadapan.

2. Pemblokiran dan Penyitaan Harus Dapat Izin Pengadilan

Dalam pasal 140 ayat (1) dijelaskan bahwa pembelokiran yang dilakukan penyidik hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Pada ayat (4) Ketua Pengadilan Negeri diwajibkan cermat dalam memberikan izin pembelokiran.

Kemudian pada Pasal 119 ayat (1) dinyatakan bahwa penyidik harus lebih dulu meminta izin kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah benda yang ingin disita. Pada ayat (2) permohonan penyitaan harus memuat informasi terkait jenis, jumlah dan nilai barang, lokasi, dan alasan penyitaan.

3. Memberikan Rehabilitasi dan Perawatan bagi Penyandang Disabilitas

Pada Pasal 146 ayat (1) disampaikan bahwa pelaku tindak pidana yang merupakan penyandang disabilitas mental dan/atau intelektual berat sebagaimana diatur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengadilan dapat menetapkan tidnskam berupa rehabilitasi atau perawatan.

4. Mekanisme Keadilan Restoratif

Pasal 80 ayat (1) huruf a dijelaskan bahwa restoratif dapat dikenakan terhadap tindak pidana diancam hanya dengan pidana denda paling banyak kategori III atau diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Huruf b menjelaskan tindak pidana yang pertama kali, dan di huruf c dijelaskan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, kecuali terhadap tindak pidana yang putusannya berupa pidana denda atau tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan.

5. Buku hingga kitab dapat disita

Pada Pasal 47, untuk pengungkapan suatu tindak pidana, penyidik dapat melakukan penggeledahan terhadap surat, buku, kitab, daftar, atau data tertulis lain yang belum disita dan jika diperlukan penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap surat, buku, kitab, daftar, atau data tertulis lain tersebut.

6. Mekanisme Penggeledahan

Pasal 113 ayat (1) penggeledahan harus mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Tinggi. Namun, ada pengecualian yang dijelaskan dalam ayat (5) bahwa penyidik dapat menggeledah tanpa izin Ketua Pengadilan Tinggi jika letak geografis yang susah dijangkau, tertangkap tangan, berpotensi berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti dan/atau situasi berdasarkan penilaian penyidik.

Adapun KUHAP akan mulai mulai berlaku pada 2 Januari 2026, bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Yang jelas bahwa dengan berlakunya KUHP kita di tahun 2026, 2 Januari yang akan datang, sekarang KUHAP-nya juga sudah siap. Jadi otomatis dua hal ini, hukum materil dan formilnya itu dua-duanya sudah siap,” pungkas Supratman, Selasa (18/11/2025