Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 yang menandai perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Regulasi baru ini membawa reformasi struktural besar-besaran terhadap sistem pengelolaan dan kepemilikan BUMN di Indonesia.
UU ini menegaskan komitmen negara dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan mengembalikan fungsi BUMN sebagai penggerak utama pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Namun di sisi lain, dia juga menandai transformasi paradigma bisnis dengan menciptakan lembaga baru, tata kelola baru, dan mekanisme investasi yang terpusat di bawah presiden.
Dalam Pasal 3A hingga 3E, presiden diberikan kewenangan langsung dalam pengelolaan BUMN dan membentuk dua institusi penting yakni BP BUMN dan BPI Danantara.
Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) nantinya menjadi regulator utama BUMN yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Lembaga ini mengatur kebijakan, pengawasan, penugasan, dan arah strategis BUMN nasional.
Sementara itu, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menjadi lembaga hukum baru yang bertugas mengelola investasi dan aset BUMN senilai minimal Rp1.000 triliun, sepenuhnya dimiliki pemerintah Indonesia.
Kedua lembaga ini menggantikan sebagian peran Kementerian BUMN yang sebelumnya menjadi pusat pengelolaan, menandai pergeseran paradigma dari kementerian ke badan strategis nasional.
UU 16/2025 juga memperkenalkan dua struktur holding baru yakni Holding Investasi yang bertugas mengelola dividen, pemberdayaan aset, dan investasi BUMN. Lalu, ada Holding Operasional yang bertanggung jawab atas pengawasan kegiatan bisnis dan operasional harian BUMN.
Keduanya berada di bawah BPI Danantara, dan seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
Dengan mekanisme ini, pemerintah menargetkan sinergi dan efisiensi lintas sektor, mempercepat investasi, dan memaksimalkan kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara.
Dalam beleid itu juga termaktub bahwa Negara mempertahankan kendali strategis dengan skema kepemilikan baru yaitu 1% saham seri A Dwiwarna dimiliki negara melalui BP BUMN, dengan hak veto dalam keputusan strategis. Kemudian, 99% saham seri B dikelola oleh Badan Pengelola Investasi.
Saham Dwiwarna ini memberi negara hak istimewa untuk menyetujui agenda RUPS, mengakses data perusahaan, serta mengangkat atau memberhentikan direksi dan komisaris dengan persetujuan presiden.
UU ini juga memberikan perlindungan hukum bagi pejabat BP BUMN dan Danantara. Pasal 3Y menyebutkan bahwa mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian investasi bila terbukti bertindak dengan itikad baik, tanpa benturan kepentingan, dan tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah.
Perubahan signifikan lainnya meliputi aset BUMN dapat dikerjasamakan atau dijaminkan kepada pihak ketiga, kecuali yang menyangkut cabang produksi strategis dan kekayaan alam.
Lalu, adanya restrukturisasi dan privatisasi BUMN diatur dengan mekanisme baru melalui BP BUMN dan Badan. Pendirian, penggabungan, atau pembubaran BUMN kini harus melalui Peraturan Pemerintah dengan laporan kepada DPR RI.
Kemudian, Kepala BP BUMN bertindak sebagai pemegang saham dalam RUPS untuk seluruh Persero.
