Plus Minus Penerapan Tarif Bea Keluar Emas hingga 15%

Plus Minus Penerapan Tarif Bea Keluar Emas hingga 15%

Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah menetapkan bea keluar baru untuk komoditas ekspor emas dengan tarif antara 7,5% hingga 15%. Kebijakan ini dinilai cukup agresif dan menjadi sinyal bahwa pemerintah ingin menahan laju ekspor bahan baku emas.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi menjelaskan, tarif tersebut sengaja dibuat tinggi agar pelaku usaha mempertimbangkan ulang rencana ekspor mereka.

“Kenapa pemerintah menerapkan bea ekspor yang begitu besar, tujuannya agar pengusaha-pengusaha tambang logam mulia mereka itu sedikit menghentikan untuk ekspornya. Karena dengan pajak antara 7,5% sampai 15% itu cukup tinggi,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Jumat (12/12/2025).

Menurutnya, tarif yang besar membuat eksportir emas menghadapi biaya tambahan yang signifikan, terutama ketika harga emas dunia masih berada pada kisaran tinggi.

Pemerintah juga menetapkan dasar perhitungan pada level USD 2.800–3.200 per troy ons, sehingga saat harga emas global berada di atas USD 4.200 bahkan sempat mencapai USD 4.381, tarif tertinggi 15% hampir pasti diterapkan. Kondisi ini memberi tekanan kuat bagi pelaku tambang untuk mengalihkan prioritas ke pasar domestik.

“Ini artinya bahwa angka yang disebutkan oleh pemerintah itu sudah keluar. Karena harga emas dunia pun juga sekarang sudah USD 4.200, bahkan sempat mencapai level di USD 4.381. Artinya bahwa walaupun harganya naik begitu tinggi, kemungkinan besar bea ekspor untuk ekspor logam mulia ini akan dikenakan tarif 15%,” jelasnya.

Ibrahim menilai kebijakan ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk memastikan kebutuhan logam mulia di dalam negeri terpenuhi. Selama ini, Indonesia yang merupakan produsen emas terbesar keempat dunia justru mengalami kelangkaan pasokan di pasar ritel. Lewat tarif ekspor yang tinggi, pemerintah ingin menghentikan arus keluar emas dan memperkuat struktur hilirisasi.