PKS: Ketidakkonsistenan Putusan Perlemah Posisi Hukum MK
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Badan Legislasi DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zainudin Paru menilai
Mahkamah Konstitusi
(
MK
) tidak konsisten ketika memutus memisahkan pemilihan umum (
pemilu
) nasional dan daerah.
Pasalnya, MK telah mengeluarkan putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 pada 26 Februari 2020. Dalam putusan tersebut, MK mengusulkan enam model keserentakan pemilu kepada pembentuk undang-undang.
Namun, MK justru kembali mengeluarkan putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan
pemilu nasional
dan daerah.
“Putusan ini seharusnya masuk dalam ranah manajemen pemilu, bukan konstitusionalitas. Ketidakkonsistenan ini semakin memperlemah posisi hukum MK, apalagi dalam putusan sebelumnya No. 55/PUU-XX/2022,
Pilkada
disamakan dengan
Pemilu
,” ujar Zainudin lewat keterangan tertulisnya, Kamis (3/7/2025).
Ia menilai, MK lewat putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 melangkah terlalu jauh dan dan mengambil peran pembentuk undang-undang.
“MK seolah-olah mengambil alih peran pembentuk UUD, padahal ranah itu bukan kewenangannya. Ini menjadi preseden buruk dalam sistem ketatanegaraan kita,” ujar Zainudin.
Di samping itu, memisahkan pemilu nasional dan daerah berdampak terhadap masa jabatan anggota DPRD di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Tegasnya, perpanjangan masa jabatan DPRD tidaklah sesuai konstitusi. Sebab, keterpilihan anggota DPRD adalah hasil dari pemilu yang harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali, sebagaimana diatur dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Perpanjangan masa jabatan anggota DPRD tanpa Pemilu adalah bentuk tindakan inkonstitusional. Hal ini melanggar Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, baik dari sisi waktu maupun subjek lembaga yang diatur,” ujar Zainudin.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisah antara pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
Dalam pertimbangan hukum, MK mengusulkan agar pemilihan legislatif (Pileg) DPRD yang bersamaan dengan
pilkada
digelar paling cepat dua tahun setelah pelantikan presiden/wakil presiden.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
PKS: Ketidakkonsistenan Putusan Perlemah Posisi Hukum MK
/data/photo/2024/02/18/65d1fefb18523.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)