Jakarta, Beritasatu.com – Rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengembalikan sistem penjurusan IPA, IPS, dan bahasa di sekolah menengah atas (SMA) pada tahun ajaran 2025/2026 mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan praktisi pendidikan.
Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi menyatakan, sistem penjurusan sangat penting agar siswa dapat memperdalam ilmu sesuai minat dan bakat masing-masing. Ia menilai pembelajaran tanpa penjurusan justru dapat membuat siswa kehilangan fokus.
“Harapan agar siswa menguasai semua ilmu memang baik, tetapi jika mereka tidak siap, justru tidak mendapatkan pemahaman mendalam. Dengan adanya penjurusan IPA, IPS, dan bahasa, siswa bisa menjadi ahli di bidang yang diminatinya,” ujar Unifah.
Senada dengan itu, praktisi pendidikan Heriyanto menilai pelaksanaan penghapusan penjurusan di lapangan tidak berjalan efektif. Menurutnya, siswa masih kesulitan menentukan profesi sejak awal kelas XI.
“Contohnya, siswa yang bercita-cita menjadi dokter bisa melepaskan mata pelajaran fisika, lalu fokus ke biologi dan kimia. Namun, jika di kelas XII berubah minat ke jurusan teknik, mereka kehilangan dasar fisika,” jelas Heriyanto.
Ia juga menyoroti kurangnya sinkronisasi antara pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) masih mewajibkan mata kuliah dasar seperti fisika, kimia, dan biologi pada tahun pertama, meskipun jurusan mahasiswa tidak berhubungan langsung dengan ilmu tersebut.
“Begitu juga untuk peminatan IPS. Siswa yang ingin jadi akuntan bisa saja melepas geografi atau sosiologi, padahal jika nanti beralih ke jurusan hukum, kedua pelajaran itu penting di perguruan tinggi,” tambahnya.
Guru geografi SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi Ignasius Sudaryanto juga mendukung rencana penjurusan. Ia menyebutkan, banyak siswa yang salah pilih mata pelajaran peminatan dan mengalami ketidaksesuaian saat masuk kuliah.
“Sekolah juga kesulitan membagi jam mengajar karena ada mata pelajaran yang peminatnya sedikit. Ini berpengaruh terhadap jam kerja guru dan sertifikasi. Sebaliknya, ada juga pelajaran yang terlalu banyak peminat,” jelasnya.
Menurut Sudaryanto, dengan sistem penjurusan SMA seperti sebelumnya, siswa bisa lebih fokus belajar, dan sekolah lebih mudah dalam mengelola tenaga pendidik.