Kebebasan yang terkurangi adalah konsekuensi yang harus dihadapi oleh pejabat publik dan politik
Bondowoso (ANTARA) – Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat atau MK DPR memutuskan Surya Utama atau Uya Kuya dan Adies Kadir tidak melanggar kode etik.
Pada putusan dari sidang mengenai dugaan pelanggaran kode etik itu, MK DPR justru menegaskan bahwa Uya Kuya telah menjadi korban dari penyebaran berita bohong alias hoaks.
Sementara itu teradu Adies Kadir, juga ditetapkan tidak melanggar kode etik karena permasalahannya adalah soal kekeliruan pernyataan mengenai gaji dan tunjangan DPR ketika wawancara dengan media massa.
Pada sidang itu, MK DPR juga memutuskan bahwa anggota DPR lainnya yang menjadi teradu, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo, dinyatakan terbukti melanggar kode etik.
Meskipun demikian, semua perilaku yang akhirnya membawa kelima anggota DPR itu ke meja sidang Mahkamah Kehormatan Dewan harus menjadi pelajaran bersama untuk terus dewasa dalam berpolitik dan menyikapi situasi politik.
Bagi anggota dewan, kedewasaan itu menjadi keharusan karena setiap tindakan dan perkataan mereka pasti mendapat sorotan dari masyarakat. Semua tempat dan keadaan, kini menjadi semacam aquarium bagi anggota DPR, dan semua warga dapat melihatnya dengan jelas.
Anggota DPR yang sebelumnya bebas bertindak dan berucap di ruang publik, kini tidak bisa lagi. Bukan hanya di ruang publik, bahkan di ruang yang sangat pribadi sekalipun, mereka tidak bisa sembarangan.
Jika meminjam lelucon satir mengenai kerja para intelijen di masa Orde Baru, semua tempat telah menjadi bagian dari operasi intelijen untuk memantau semua orang. Bahkan, dinding dan lantai rumah pun bisa mencatat apa yang dilakukan dan diucapkan oleh seseorang. Guyonan politik ini, agaknya, relevan untuk dipegang oleh semua politikus di negeri ini, lebih-lebih mereka yang duduk di jabatan publik.
Bedanya, yang menjadi pengawas melekat bagi anggota DPR dan pejabat publik itu adalah rakyat. Mata dan telinga rakyat, kini, terpasang di mana-mana untuk mengawasi pejabat publik dan anggota DPR.
Sementara itu, bagi masyarakat, kedewasaan dalam menyikapi peristiwa politik juga harus selalu dikedepankan agar tidak terjebak pada perbuatan melanggar hukum dan moral, serta memancing orang lain marah, hingga akhirnya juga terjerumus dalam perbuatan melanggar hukum.
Bahkan, sikap tidak hati-hati dalam merespons situasi politik juga berpotensi membawa seseorang harus meringkuk dalam penjara karena melanggar hukum.
Perilaku respons cepat masyarakat terhadap peristiwa politik yang ruang ekspresinya menggunakan media sosial, kedewasaan dan kehati-hatian harus menjadi benteng utama agar tidak menjerumuskan diri dan orang lain pada pelanggaran hukum.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
