Pertumbuhan Kos-kosan Liar di Blitar: Sewa Per Jam Marak, Rawan Jadi Sarang Maksiat

Pertumbuhan Kos-kosan Liar di Blitar: Sewa Per Jam Marak, Rawan Jadi Sarang Maksiat

Blitar (beritajatim.com) – Pertumbuhan kos-kosan di Kota Blitar semakin tidak terbendung. Banyaknya bangunan kos yang muncul, baik yang legal maupun ilegal, kini menyita perhatian publik. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi perekonomian lokal, namun juga menciptakan berbagai masalah sosial dan tata ruang yang kompleks.

Dari pantauan langsung, kos-kosan dengan model kamar berderet kini mudah ditemui di hampir setiap sudut Kota Blitar, tidak hanya di sekitar area kampus atau perkantoran. Bahkan, gang-gang sempit yang padat penduduk pun kini dihiasi dengan papan bertuliskan “Terima Kost Putri/Putra/Campur”.

Sayangnya, tidak semua kos-kosan tersebut beroperasi dengan izin yang sah. Kos-kosan ilegal pun semakin marak, dengan beberapa di antaranya menawarkan fasilitas sewa per jam.

Kondisi ini tentu mengkhawatirkan, terutama karena potensi kos-kosan untuk menjadi sarang kriminalitas, peredaran narkoba, hingga prostitusi menjadi semakin nyata. Satpol PP Kota Blitar mengakui kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap kos-kosan, terutama karena adanya celah dalam peraturan yang mengatur izin pendirian kos.

Kepala Satpol PP Kota Blitar, Ronny Yoza Pasalbessy, menjelaskan bahwa aturan yang ada saat ini hanya mewajibkan rumah kos dengan lebih dari 10 kamar untuk mengurus izin. Sementara itu, rumah kos yang memiliki 9 kamar atau lebih sedikit, tidak diwajibkan untuk mengurus izin, yang menyulitkan pengawasan oleh pihak berwenang.

“Cukup banyak, karena secara aturan mereka bisa mengurus izin kalau 10 kamar lebih baru bisa izin, sementara kalau 10 kamar ke bawah tidak usah izin inilah yang menjadi kendala,” kata Ronny, Jumat (5/9/2025).

Tak hanya itu, kondisi ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa beberapa pejabat daerah di Kota Blitar diduga memiliki usaha rumah kos. Hal ini menambah kesulitan dalam penegakan aturan dan pengawasan yang lebih ketat.

Dalam razia yang dilakukan oleh petugas gabungan pada Minggu (8/12/2024), sedikitnya 15 pasangan tanpa surat nikah dan satu penjual miras terjaring. Hal ini semakin mempertegas pentingnya tindakan nyata untuk menanggulangi masalah yang timbul akibat maraknya kos-kosan ilegal.

Pertumbuhan pesat rumah kos juga disadari oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Blitar. Kepala DPMPTSP Kota Blitar, Heru Eko Pramono, mengungkapkan bahwa hampir setiap hari ada permohonan izin untuk pendirian rumah kos.

Namun, hal ini terasa aneh karena pertumbuhan rumah kos tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang hanya sekitar 150 ribu jiwa. “Hunian kos-kosan itu cukup tinggi sekali pertumbuhannya hampir setiap hari itu keluar masuk orang yang mau izin untuk mendirikan kos-kosan,” ujar Heru.

Data dari DPMPTSP Kota Blitar mencatat, sejak tahun 2013 hingga 2024, hanya sekitar 135 unit rumah kos yang telah memiliki izin, sementara melalui sistem Online Single Submission (OSS) ada 55 unit yang tercatat. Di tengah maraknya pendirian kos, data ini terasa kontras, menunjukkan bahwa pengawasan terhadap rumah kos yang berizin masih sangat minim.

Fenomena ini memperlihatkan adanya ketimpangan dalam pengaturan tata ruang dan pengawasan terhadap rumah kos di Kota Blitar. Wilayah Kecamatan Sananwetan, misalnya, mencatat pertumbuhan rumah kos yang sangat tinggi, namun rumah kos yang berizin tetap sedikit.

Dengan semakin meningkatnya jumlah pendatang yang menetap di Kota Blitar, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk segera melakukan kajian serta tindakan nyata agar industri rumah kos tidak semakin meluas tanpa kendali. [owi/suf]