Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Septian Hario Seto mengungkapkan bahwa Indonesia bakal mempunyai paten baru untuk teknologi pengolahan nikel menjadi katoda baterai lithium di luar China.
Hal tersebut menyusul dimulainya produksi bahan katoda baterai kendaraan listrik (EV) berbasis Lithium Iron Phosphate (LFP) di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah.
“Kalau Amerika bilang gak mau ada hal-hal yang dari China ini akan sulit. Kita harus tangkap peluang misal LFP di Kendal yang lagi ajukan paten di luar Tiongkok. Indonesia paling besar untuk katoda LFP,” ujar Seto dalam acara MINDialogue Hilirisasi dan Industrialisasi Strategi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045, Kamis (9/1/2025).
Lebih lanjut, Seto menekankan bahwa hilisasi tidak bisa jika hanya berdiri sendiri-sendiri. Menurut dia, untuk menggenjot ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai, maka diperlukan satu kesatuan rantai pasok yang berbeda-beda.
“Kita omong hilir bauksit timah saja, tidak bisa. Di luar Tiongkok, Indonesia ekosistem paling lengkap. Speknya sudah cukup bagus bagaimana konsistensi dan kebijakannya. Ini resepnya sama dengan industri lainnya,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, LFP merupakan salah satu dari dua bahan kimia utama dalam baterai lithium-ion, di samping Nickel Cobalt Manganese (NCM). Dikenal akan efektivitas biayanya, LFP sangat cocok untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi.
Berdasarkan studi Bain tentang Ekosistem Baterai EV1, permintaan baterai global diperkirakan akan tumbuh sekitar empat kali lipat antara tahun 2023 dan 2030, yang didorong oleh meningkatnya adopsi EV, memposisikan LFP untuk memainkan peran penting dalam memenuhi permintaan tersebut.
Pada tahun 2030, NCM diproyeksikan akan mewakili sekitar 50% dari permintaan baterai litium-ion, sementara LFP diperkirakan akan menyumbang sekitar 35%, di mana keduanya diperkirakan akan tetap menjadi pusat pertumbuhan industri baterai di masa depan.
(pgr/pgr)