Permintaan Nikel untuk Baterai EV Masih Tertahan, Sebagian Produksi Dialihkan ke Pasar Lain – Page 3

Permintaan Nikel untuk Baterai EV Masih Tertahan, Sebagian Produksi Dialihkan ke Pasar Lain – Page 3

Logam Tanah Jarang atau Rare Rarth Elements (REE) mungkin masih jarang terdengar di telinga sebagian besar masyarakat. Namun komoditas ini ternyata menyimpan banyak kegunaan yang menjadikannya mineral langka yang diincar banyak negara.

Dalam buku yang berjudul Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia (2019) yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM, logam tanah jarang diklasifikasikan sebagai salah satu mineral strategis dan termasuk dalam kategori “critical mineral” yang terdiri dari 17 unsur kimia. Publikasi ini menjadi acuan penting bagi para peneliti dan industri dalam memahami potensi logam tanah jarang di Indonesia.

Ketujuh belas unsur kimia tersebut mencakup scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y). Masing-masing unsur ini memiliki karakteristik unik dan aplikasi spesifik dalam berbagai industri teknologi tinggi.

Meskipun begitu, elemen-elemen ini sangat menantang untuk diekstraksi karena konsentrasinya yang tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis. Ketujuh belas unsur logam ini memiliki banyak kemiripan karakteristik dan umumnya ditemukan bersama-sama dalam satu deposit secara geologis. Hal ini menyebabkan proses pemisahan dan pemurnian logam tanah jarang menjadi kompleks dan mahal.

Beberapa mineral yang mengandung LTJ seperti monasit, zirkon, dan xenotim, merupakan mineral ikutan dari mineral utama seperti timah, emas, bauksit, dan laterit nikel. Yang menarik, logam tanah jarang juga berpotensi terdapat pada batu bara. Penemuan ini membuka peluang baru untuk eksplorasi dan ekstraksi logam tanah jarang dari sumber-sumber yang sebelumnya kurang diperhatikan.