Perluas Pasar Ekspor RI, Kemendag Dorong Perjanjian Dagang di Asia

Perluas Pasar Ekspor RI, Kemendag Dorong Perjanjian Dagang di Asia

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan bahwa pemanfaatan skema perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dan kemitraan ekonomi komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA) menjadi kunci strategis untuk memperluas pasar ekspor Indonesia, terutama di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

Untuk diketahui, Indonesia telah menandatangani sembilan perjanjian perdagangan bebas, baik bilateral maupun regional dengan negara-negara di kawasan tersebut.

Direktur Perundingan Asean Kemendag Nugraheni Prasetya menyebut bahwa mengacu data Kemendag, sebanyak 60% dari total perdagangan Indonesia dilakukan dengan negara-negara mitra di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

“Berdasarkan data yang kami miliki, 60% dari perdagangan Indonesia dilakukan dengan negara-negara mitra kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur,” kata Nugraheni dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/10/2025).

Nugraheni menuturkan, dengan pemanfaatan berbagai skema perjanjian, baik FTA dan CEPA, pemerintah berharap Indonesia dapat terus memperluas pasar ekspor, meningkatkan daya saing produk nasional, serta memperkuat posisi dalam rantai pasok global.

“Dengan pemanfaatan berbagai skema FTA dan CEPA, kami berharap Indonesia dapat terus memperluas pasar ekspor, meningkatkan daya saing produk nasional, dan semakin memperkuat posisinya dalam rantai pasok global,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Atase Perdagangan Malaysia Aziza Rahmaniar Salam memandang bahwa adanya potensi besar pasar Malaysia sebagai salah satu pintu masuk produk Indonesia ke kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

Menurut Aziza, posisi strategis Malaysia dan keterlibatannya dalam berbagai perjanjian perdagangan seperti ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) memberikan peluang luas bagi produk Indonesia untuk memperluas jangkauan pasar.

Dia menilai, melalui pemanfaatan skema ATIGA dan RCEP, pelaku usaha Indonesia dapat menikmati tarif preferensi dan kemudahan asal produk untuk menjangkau pasar Malaysia.

“Malaysia juga dapat berperan sebagai hub bagi produk Indonesia untuk menembus pasar lain, seperti Turki melalui skema Malaysia—Turki FTA,” kata Aziza.

Lebih lanjut, Aziz menambahkan bahwa pelaku usaha Indonesia harus memahami preferensi konsumen dan regulasi di pasar Malaysia, terutama karakter pasar yang terdiri dari tiga kelompok etnis dengan kebutuhan yang berbeda.

Pasalnya, sambung dia, karakter pasar akan sangat membantu pelaku usaha dalam menyesuaikan produknya agar lebih diterima.

“Misalnya, konsumen Melayu mengutamakan produk yang bersertifikat halal, sementara konsumen Tionghoa cenderung menghindari makanan tinggi lemak,” imbuhnya.

Senada, Atase Perdagangan Korea Selatan Roesfitawati menilai Indonesia memiliki peluang untuk melakukan diversifikasi produk ke pasar Korea Selatan.

Sebab, ungkap dia, Korea Selatan tengah mendorong pertumbuhan ekonomi hijau dan gaya hidup sehat, yang membuka peluang bagi produk-produk Indonesia, mulai dari makanan dan minuman alami, produk halal, kosmetik dan wellness, serta furnitur ramah lingkungan.

Selain itu, Atase Perdagangan Tokyo Merry Astrid Indriasar juga mengungkap bahwa Jepang merupakan pasar yang sangat potensial bagi produk makanan dan bahan pangan Indonesia.

Dia menuturkan bahwa ketergantungan Jepang terhadap impor bahan makanan yang mencapai sekitar 60% dari total kebutuhan nasional, menjadi peluang besar.