Perlawanan Nadiem Makarim atas Status Tersangkanya, Klaim Cacat Prosedur dan Minta Dibatalkan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim melawan status tersangkanya melalui sidang praperadilan yang digelar perdana pada Jumat (3/10/2025).
Dalam sidang itu, ia menyampaikan argumen yang menentang tuntutan jaksa.
Seturut penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung), Nadiem terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek saat ia menjabat.
Ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim, dan ibunya, Atika Algadri, hadir langsung di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan.
Nono Anwar Makarim tampak mengenakan batik bernuansa cokelat.
Nono juga menggunakan tongkat jalan dan duduk di samping istrinya yang mengenakan busana hitam.
Sementara itu, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan, menegaskan, sidang praperadilan Nadiem melawan Kejagung ini bebas dari intervensi pihak mana pun.
Sidang praperadilan diajukan Nadiem untuk menguji sah atau tidaknya proses penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
“Saya akan memeriksa perkara ini, tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk berkomunikasi kepada para pihak, entah itu untuk mengabulkan atau menolak perkara ini atau memberikan keistimewaan-keistimewaan,” ujar Ketut saat membuka sidang praperadilan di ruang utama PN Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).
Adapun dalam sidang tersebut, Nadiem meminta status tersangkanya dibatalkan.
Pernyataan ini disampaikan Nadiem melalui tim kuasa hukumnya dalam gugatan praperadilan perdana itu.
“Menyatakan bahwa penetapan tersangka yang diterbitkan oleh termohon terhadap pemohon berdasarkan surat penetapan tersangka (yang dikeluarkan oleh) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 atas nama Nadiem Anwar Makarim adalah tidak sah dan tidak mengikat secara hukum,” kata kuasa hukum dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).
Permintaan itu bukan tanpa alasan.
Kuasa hukum Nadiem menilai penetapan tersangka telah cacat prosedur.
Menurut mereka, Nadiem belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka.
Selain itu, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Penetapan Tersangka yang dikeluarkan Kejagung terbit pada hari yang sama dengan penahanan Nadiem, yakni Kamis (4/9/2025).
Penetapan tersangka juga tidak didasarkan pada hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Bahkan, Nadiem disebut sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelum adanya penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Mereka juga menyoroti kesalahan identitas dalam surat penetapan tersangka.
Nadiem disebut sebagai karyawan swasta, padahal sesuai KTP ia tercatat sebagai anggota kabinet pada periode 2019–2024.
Lebih lanjut, pihak Nadiem mengeklaim kliennya tidak pernah menikmati keuntungan pribadi dari program digitalisasi pendidikan 2019–2022.
Kuasa hukum menyebut program tersebut tidak termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, serta tidak memiliki struktur maupun alokasi anggaran resmi.
Sebagai alternatif, kuasa hukum meminta agar penahanan Nadiem diganti menjadi tahanan kota atau rumah apabila perkara ini tetap dilanjutkan ke tahap penuntutan.
“Atau apabila Hakim Praperadilan berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono),” kata kuasa hukum.
Nadiem juga didukung oleh 12 tokoh antikorupsi yang mengajukan pendapat hukum sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae).
Amicus curiae sendiri diartikan sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap sebuah perkara, sehingga memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Namun, para amici atau pihak yang mengajukan sebagai amicus curiae hanyalah sebatas memberikan opini dan bukan melakukan perlawanan ataupun memaksa hakim.
“Pendapat hukum ini tidak secara khusus hanya kami tujukan untuk perkara ini semata, namun juga untuk pemeriksaan praperadilan penetapan tersangka secara umum demi tegaknya prinsip fair trial dalam penegakan hukum di Indonesia,” ujar Arsil, salah satu pihak pengaju.
Amicus curiae ini bahkan diajukan oleh seorang eks Jaksa Agung, Marzuki Darusman.
Berikut ini tokoh yang mengajukan amicus curiae:
Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo menyampaikan, Nadiem melanggar sejumlah aturan dalam kasus tersebut.
Ketentuan pertama yang dilanggar adalah Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun Anggaran 2021.
Aturan kedua adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.
Ketiga, Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Barang Jasa Pemerintah.
“Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan TIK (teknologi informasi dan komunikasi) diperkirakan senilai kurang lebih Rp 1.980.000.000.000. Yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP,” ujar Nurcahyo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Perlawanan Nadiem Makarim atas Status Tersangkanya, Klaim Cacat Prosedur dan Minta Dibatalkan Nasional 4 Oktober 2025
/data/photo/2025/09/04/68b973c2c728c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)