Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025).
Pengesahan ini tetap dilakukan oleh DPR RI, walaupun proses pembahasannya menuai kontroversi dan penolakan keras dari berbagai pihak.
Pasalnya, proses pembahasan
RUU TNI
ini dianggap terburu-buru dan minim partisipasi masyarakat.
Selain itu, ada kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya dwifungsi militer yang masih menjadi sorotan utama.
Meski baru menjadi bahan perbincangan dalam beberapa waktu terakhir,  wacana
revisi UU TNI
pertama kali bergulir pada DPR periode 2019-2024.
Kala itu, Komisi I DPR mulai mengusulkan perubahan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004, termasuk perluasan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif.
Namun, pembahasan revisi UU TNI pada periode tersebut kerap tersendat akibat polemik yang muncul di tengah masyarakat.
Sejumlah pihak khawatir perubahan aturan ini akan membuka peluang kembalinya dwifungsi militer seperti pada masa Orde Baru.
Selain itu, muncul pula wacana untuk menghapus larangan bagi anggota TNI terlibat dalam bisnis.
Usulan ini menuai kritik tajam karena dinilai berpotensi mengganggu profesionalisme TNI sebagai institusi pertahanan negara.
Di tengah banyaknya sorotan, DPR periode 2019-2024 akhirnya gagal menuntaskan revisi UU TNI hingga akhir masa jabatannya.
Pembahasan pun dilanjutkan oleh DPR periode 2024-2029.
Pada awal 2025, DPR kembali memasukkan RUU TNI ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (18/2/2025), yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir.
Dalam rapat tersebut, Adies mengungkapkan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat presiden (Surpres) terkait penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU TNI.
Pada awal Maret 2025, Komisi I DPR RI mulai menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) guna menghimpun masukan dari berbagai pihak.
Salah satunya dengan mengundang Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 10 Maret 2025.
Pembahasan kemudian berlanjut dengan rapat perdana bersama unsur pemerintah pada Rabu (13/3/2025).
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjafruddin, yang hadir dalam rapat itu, menargetkan revisi UU TNI bisa diselesaikan sebelum masa reses anggota DPR.
“Kita harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR,” ujar Sjafrie seusai rapat.
Sehari setelahnya, Panglima TNI Agus Subiyanto dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, serta Udara turut hadir dalam rapat Komisi I DPR RI untuk memberikan pandangan mereka.
Agus menegaskan bahwa meski ada revisi UU TNI, prinsip supremasi sipil tetap harus dijaga.
“TNI memandang bahwa prinsip supremasi sipil adalah elemen fundamental negara demokrasi yang harus dijaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,” kata Agus.
Namun, revisi UU TNI mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak.
Sejumlah elemen masyarakat menilai perubahan aturan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.
Di tengah penolakan tersebut, DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan.
Bahkan, mereka diam-diam menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta, selama dua hari dalam format konsinyering.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sempat mendatangi lokasi rapat dan mendesak agar pembahasan dihentikan.
Namun, desakan tersebut tidak mengubah sikap DPR dan pemerintah untuk melanjutkan revisi UU TNI.
Pada Senin (17/3/2025), Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus/Timsin) DPR mulai merumuskan draf RUU berdasarkan hasil pembahasan maraton pekan sebelumnya.
Hasil kerja Timus/Timsin kemudian dilaporkan kepada Komisi I DPR dan pemerintah dalam rapat panitia kerja pada Selasa (18/3/2025).
Setelah itu, DPR dan pemerintah tanpa jeda langsung menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I untuk menetapkan RUU TNI sebelum dibawa ke rapat paripurna.
Saat membuka rapat pleno, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, mengeklaim bahwa seluruh tahapan revisi UU TNI telah dilalui dengan lengkap.
 
“Mulai dari penerimaan Surpres, penugasan dari pimpinan ke Komisi I, kita sudah mengundang semua
stakeholder
, dan terakhir kita sudah menyelesaikan rapat panja,” kata Utut di ruang rapat Komisi I DPR, Selasa (18/3/2025).
“Jadi, dilanjutkan ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi yang sudah melaporkan hasilnya kepada panja. Kita juga sudah rapat dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara,” ujar dia.
Dalam rapat pleno tersebut, seluruh fraksi di Komisi I DPR pun menyatakan menyetujui RUU TNI untuk dibawa ke pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna.
“Selanjutnya, saya mohon persetujuannya apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU. Apakah dapat disetujui?” tanya Utut.
“Setuju,” jawab seluruh peserta rapat secara serentak.
Revisi UU TNI yang disahkan DPR membawa sejumlah perubahan signifikan, antara lain:
1. Perpanjangan usia pensiun prajurit TNI
– Bintara dan tamtama pensiun pada usia 55 tahun.
– Perwira hingga pangkat kolonel pensiun pada usia 58 tahun.
– Perwira tinggi (pati) bintang 1 pensiun usia 60 tahun.
– Pati bintang 2 pensiun usia 61 tahun, dan pati bintang 3 pensiun usia 62 tahun.
– Pati bintang 4 bisa pensiun pada usia 63 tahun, tetapi masa kedinasannya dapat diperpanjang oleh Presiden RI sebanyak dua kali.
2. Perluasan penempatan prajurit aktif di lembaga sipil
– Jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif bertambah menjadi 15 instansi, dari sebelumnya hanya 10.
Lima tambahan instansi tersebut adalah Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.
3. Penambahan tugas TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP)
– TNI kini diberi tugas tambahan dalam menanggulangi ancaman siber serta melakukan penyelamatan  WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Merangkum Semua Peristiwa