Di sebuah ruangan yang dipenuhi rak berisi buku-buku tebal dengan lembaran timbul, seorang pria berjanggut putih berdiri di depan mesin cetak tua. Tangannya meraba halaman-halaman kertas tebal, memastikan setiap huruf Braille tercetak sempurna.
Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.
Pekerja memproduksi lembaran Al Quran Braille sedang di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Kota Bandung, beberapa waktu lalu. Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
Inilah pemandangan sehari-hari di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Bandung, salah satu tempat yang masih aktif mencetak Al-Qur’an Braille bagi tunanetra Muslim di Indonesia. Sejak tahun 1976, yayasan ini berkomitmen menyediakan mushaf bagi mereka yang tak dapat membaca Al-Qur’an dalam bentuk cetakan biasa.
Kepala Sekretariat Yayasan Penyantun Wyata Guna, H. Ayi Ahmad Hidayat (69), menceritakan perjalanan panjang produksi Al-Qur’an Braille. Ia mengenang momen saat ulang tahun yayasan ke-75, ketika ada musabaqah tilawatil Qur’an khusus tunanetra.
BACA JUGA:Ramadan Bawa Berkah, Produksi Al-Quran Braille di Bandung Meningkat
“Saat itu ada peserta dari Jogja yang menggunakan Al-Qur’an Braille dengan kertas seperti plastik. Kemenag sempat memberi bantuan, tapi beberapa teman merasa tidak nyaman membaca di atas bahan itu,” katanya kepada wartawan di ruang kerjanya, tempo lalu.
Dari situ, tim di Wyata Guna berinisiatif mencetak mushaf dengan kertas yang lebih nyaman. Namun, perbedaan antara versi Braille Bandung dan Jogja memunculkan perdebatan.
Setelah proses panjang, akhirnya disepakati bahwa standar Al-Qur’an Braille harus mengacu pada pedoman Kementerian Agama. Namun, produksi tetap terkendala. Biaya tinggi dan ketersediaan kertas khusus menjadi tantangan utama.
“Kami akhirnya bermusyawarah, saya bilang kita cari jalan tengah. Kalau simbol yang kita pakai menyulitkan teman-teman tunanetra, kita ganti. Yang penting, mereka bisa membaca dengan nyaman,” ujarnya.
Setiap tahun, katanya, Wyata Guna hanya mampu memproduksi sekitar 1.000 set mushaf atau sekitar 30.000 jilid. Padahal, jumlah tunanetra Muslim di Indonesia jauh lebih banyak.
BACA JUGA:Cara Membaca Huruf Braille, Untuk Rayakan Hari Braille Sedunia 4 Januari
