JAKARTA – Pemerintah AS mengungkapkan insiden peretasan besar-besaran terhadap Departemen Keuangan yang diduga dilakukan oleh peretas yang diduga didukung pemerintah China. Menurut laporan The Washington Post pada Rabu 1 Januari, serangan siber ini menargetkan Kantor Pengawasan Aset Asing (Office of Foreign Assets Control/OFAC) dan Kantor Riset Keuangan (Office of Financial Research), serta kantor Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.
Dalam surat yang dikirimkan kepada anggota parlemen awal pekan ini, Departemen Keuangan AS mengakui bahwa dokumen tidak terklasifikasi telah dicuri. Namun, departemen tersebut tidak menjelaskan lebih rinci siapa saja yang menjadi target atau unit yang terdampak serangan ini.
The Washington Post mengutip sumber anonim yang menyebutkan bahwa salah satu fokus utama peretas adalah entitas China yang mungkin akan dikenakan sanksi oleh pemerintah AS.
Respons China
Menanggapi tuduhan ini, Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, menolak klaim tersebut. Ia menyebut tuduhan itu sebagai tindakan “tidak rasional” dan “serangan fitnah” terhadap Beijing.
“China memerangi segala bentuk serangan siber,” ujar Liu, tanpa secara langsung menanggapi laporan terkait target spesifik dari serangan ini.
Perusahaan, individu, dan entitas asal China telah menjadi target sanksi ekonomi AS dalam beberapa tahun terakhir. Sanksi ini digunakan sebagai alat utama kebijakan luar negeri Washington terhadap Beijing.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, sebelumnya menyatakan bahwa AS tidak menutup kemungkinan menerapkan sanksi terhadap bank-bank China sebagai bagian dari upaya membatasi pendapatan minyak Rusia, yang digunakan untuk mendanai perang di Ukraina.
Laporan Departemen Keuangan juga mengungkapkan bahwa peretas memanfaatkan celah keamanan pada layanan pihak ketiga, yaitu perusahaan BeyondTrust. Namun, rincian lebih lanjut tentang bagaimana peretas memperoleh akses atau sejauh mana kerusakan yang diakibatkan belum diungkapkan.
Insiden ini semakin memperburuk hubungan antara AS dan China yang sudah tegang. Washington memandang Beijing sebagai tantangan terbesar dalam kebijakan luar negeri AS.
Pengamat menilai, insiden peretasan ini menambah kompleksitas dinamika geopolitik antara kedua negara. Meski demikian, tuduhan terhadap China masih memerlukan bukti lebih lanjut untuk memperkuat klaim tersebut.