Jakarta: Sistem transportasi modern telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat perkotaan yang padat. Di Indonesia sendiri, KRL, LRT, dan MRT telah menjadi pilihan transportasi publik yang populer.
Apa perbedaan KRL, LRT, dan MRT? Serta, apa yang disebut dengan Monorel?
KRL (Kereta Rel Listrik), LRT (LIght Rail Transit), dan MRT (Mass Rapid Transit/Moda Raya Terpadu) sama-sama menawarkan kenyamanan, kecepatan, dan efisiensi dalam menjangkau berbagai tujuan dalam kota atau antar kota yang berdekatan.
Perbedaan KRL, LRT, MRT
MRT. Foto: AFP/Bay Ismoyo
Meskipun memiliki kesamaan sebagai moda transportasi berbasis rel, KRL, LRT, dan MRT memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal kapasitas, jangkauan, dan sistem operasionalnya. Berikut penjelasan lengkap mengenai perbedaan tersebut:
1. Kapasitas dan Ukuran Kereta
KRL punya kapasitas penumpang yang paling besar dibandingkan LRT dan MRT. Satu rangkaian KRL biasanya terdiri dari 8-12 gerbong dengan kapasitas hingga 2.000 penumpang. Sedangkan LRT memiliki kapasitas yang lebih kecil, dengan 2-4 gerbong dan kapasitas sekitar 600 penumpang.
Sedangkan MRT berada di antara keduanya, dengan kapasitas sekitar 1.900 dengan 6 gerbong per rangkaian.
2. Jangkauan dan Rute
LRT Jabodetabek. Foto: MI/Susanto
KRL memiliki jaringan rute yang lebih luas dibandingkan LRT dan MRT, terutama di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). KRL melayani rute-rute komuter dengan jarak tempuh yang relatif pendek dan menghubungkan pusat kota dengan kawasan penyangga.
Sementara itu, LRT memiliki jangkauan yang lebih terbatas dan biasanya beroperasi dalam satu wilayah atau kota tertentu. Misalnya, LRT Jakarta beroperasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Di sisi lain, MRT punya jangkauan yang lebih luas dari LRT, namun masih terbatas pada area perkotaan tertentu.
3. Sistem Operasional
KRL, LRT, dan MRT semuanya menggunakan tenaga listrik sebagai penggerak kereta. Namun, ada perbedaan dalam sistem operasionalnya. KRL menggunakan sistem operasi “push-pull”, artinya terdapat satu lokomotif di bagian depan dan belakang rangkaian.
Sedangkan LRT dan MRT menggunakan sistem “multiple unit”, yakni setiap gerbong memiliki motor penggerak sendiri.
Selain itu, KRL beroperasi di jalur rel yang terpisah dari kereta api konvensional, sedangkan LRT dan MRT beroperasi di jalur layang atau bawah tanah. Hal ini membuat KRL lebih rentan terhadap gangguan akibat kemacetan di perlintasan kereta api.
Apa Itu Monorel?
Ilustrasi monorel. Foto: Pixabay
Moda transportasi umum lainnya adalah monorel. Meskipun tidak ada di Indonesia, beberapa negara sudah menggunakan moda transportasi ini, beberapa di antaranya adalah Malaysia dan sejumlah negara di Eropa.
Monorel merupakan moda transportasi yang berjalan di atas rel tunggal yang ditinggikan. Hal ini berbeda dari kereta api biasa yang menggunakan dua rel. Desain yang unik ini memungkinkan monorel bergerak dengan bebas hambatan, meningkatkan keamanan penumpang, dan meminimalkan risiko kecelakaan.
Sayangnya, biaya pembangunan monorel bisa jadi mahal, terutama di daerah perkotaan dengan infrastruktur yang padat. Oleh karena itu, implementasinya membutuhkan pertimbangan yang cermat.
Jakarta: Sistem transportasi modern telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat perkotaan yang padat. Di Indonesia sendiri, KRL, LRT, dan MRT telah menjadi pilihan transportasi publik yang populer.
Apa perbedaan KRL, LRT, dan MRT? Serta, apa yang disebut dengan Monorel?
KRL (Kereta Rel Listrik), LRT (LIght Rail Transit), dan MRT (Mass Rapid Transit/Moda Raya Terpadu) sama-sama menawarkan kenyamanan, kecepatan, dan efisiensi dalam menjangkau berbagai tujuan dalam kota atau antar kota yang berdekatan.
Perbedaan KRL, LRT, MRT
MRT. Foto: AFP/Bay Ismoyo
Meskipun memiliki kesamaan sebagai moda transportasi berbasis rel, KRL, LRT, dan MRT memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal kapasitas, jangkauan, dan sistem operasionalnya. Berikut penjelasan lengkap mengenai perbedaan tersebut:
1. Kapasitas dan Ukuran Kereta
KRL punya kapasitas penumpang yang paling besar dibandingkan LRT dan MRT. Satu rangkaian KRL biasanya terdiri dari 8-12 gerbong dengan kapasitas hingga 2.000 penumpang. Sedangkan LRT memiliki kapasitas yang lebih kecil, dengan 2-4 gerbong dan kapasitas sekitar 600 penumpang.
Sedangkan MRT berada di antara keduanya, dengan kapasitas sekitar 1.900 dengan 6 gerbong per rangkaian.
2. Jangkauan dan Rute
LRT Jabodetabek. Foto: MI/Susanto
KRL memiliki jaringan rute yang lebih luas dibandingkan LRT dan MRT, terutama di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). KRL melayani rute-rute komuter dengan jarak tempuh yang relatif pendek dan menghubungkan pusat kota dengan kawasan penyangga.
Sementara itu, LRT memiliki jangkauan yang lebih terbatas dan biasanya beroperasi dalam satu wilayah atau kota tertentu. Misalnya, LRT Jakarta beroperasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Di sisi lain, MRT punya jangkauan yang lebih luas dari LRT, namun masih terbatas pada area perkotaan tertentu.
3. Sistem Operasional
KRL, LRT, dan MRT semuanya menggunakan tenaga listrik sebagai penggerak kereta. Namun, ada perbedaan dalam sistem operasionalnya. KRL menggunakan sistem operasi “push-pull”, artinya terdapat satu lokomotif di bagian depan dan belakang rangkaian.
Sedangkan LRT dan MRT menggunakan sistem “multiple unit”, yakni setiap gerbong memiliki motor penggerak sendiri.
Selain itu, KRL beroperasi di jalur rel yang terpisah dari kereta api konvensional, sedangkan LRT dan MRT beroperasi di jalur layang atau bawah tanah. Hal ini membuat KRL lebih rentan terhadap gangguan akibat kemacetan di perlintasan kereta api.
Apa Itu Monorel?
Ilustrasi monorel. Foto: Pixabay
Moda transportasi umum lainnya adalah monorel. Meskipun tidak ada di Indonesia, beberapa negara sudah menggunakan moda transportasi ini, beberapa di antaranya adalah Malaysia dan sejumlah negara di Eropa.
Monorel merupakan moda transportasi yang berjalan di atas rel tunggal yang ditinggikan. Hal ini berbeda dari kereta api biasa yang menggunakan dua rel. Desain yang unik ini memungkinkan monorel bergerak dengan bebas hambatan, meningkatkan keamanan penumpang, dan meminimalkan risiko kecelakaan.
Sayangnya, biaya pembangunan monorel bisa jadi mahal, terutama di daerah perkotaan dengan infrastruktur yang padat. Oleh karena itu, implementasinya membutuhkan pertimbangan yang cermat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(SUR)