Bisnis.com, JAKARTA — Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China memanas usai Presiden Donald Trump kembali memperketat kebijakan perdagangan terhadap negeri Panda tersebut.
Mengutip laporan Reuters, Sabtu (11/10/2025), Trump mengumumkan rencana kenaikan tarif hingga 100% terhadap seluruh ekspor China ke AS, disertai dengan pembatasan baru atas ekspor perangkat lunak penting mulai 1 November. Kebijakan tersebut diumumkan sembilan hari sebelum berakhirnya masa keringanan tarif yang saat ini masih berlaku.
Langkah ini diambil sebagai tanggapan atas keputusan Beijing yang memperluas kontrol ekspor terhadap mineral langka (rare earth elements), komponen penting dalam industri teknologi seperti kendaraan listrik, mesin pesawat, dan radar militer. China saat ini menguasai lebih dari 90% pasokan global mineral tersebut.
Trump menyebut langkah China mengejutkan, menandai keretakan terbesar dalam hubungan kedua negara dalam enam bulan terakhir.
“Untuk setiap unsur yang mereka kuasai, kami memiliki dua,” kata Trump.
Selain tarif baru, Trump juga mengancam akan membatasi ekspor pesawat dan suku cadangnya ke China. Sumber di lingkaran pemerintah AS menyebutkan Gedung Putih sedang menyiapkan daftar tambahan produk yang akan menjadi target kebijakan baru ini.
Trump bahkan meragukan rencana pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping, yang dijadwalkan tiga minggu lagi di Korea Selatan. “Sekarang tampaknya tidak ada alasan untuk melanjutkan,” tulisnya di platform Truth Social.
Namun di Gedung Putih, dia menegaskan belum membatalkannya dan kemungkinan tetap akan dilaksanakan. Pihak Beijing sendiri belum mengonfirmasi rencana pertemuan tersebut.
Pernyataan Trump memicu kepanikan di pasar global. Indeks S&P 500 anjlok lebih dari 2%, menjadi penurunan harian terbesar sejak April.
Investor beralih ke aset aman seperti emas dan obligasi AS, sementara nilai dolar melemah terhadap beberapa mata uang utama. Saham-saham teknologi juga jatuh tajam pada perdagangan setelah jam bursa. Craig Singleton, analis dari Foundation for Defense of Democracies, menilai langkah Trump bisa menandai akhir dari gencatan tarif antara Washington dan Beijing.
“AS melihat langkah ekspor China sebagai bentuk pengkhianatan. Beijing tampaknya terlalu percaya diri,” ujarnya.
Dalam unggahan di media sosial, Trump menuduh China telah mengirimkan surat ke berbagai negara untuk memberi tahu bahwa mereka akan membatasi ekspor semua unsur terkait produksi mineral langka.
Dia mengklaim telah menerima keluhan dari negara-negara lain yang merasa dirugikan oleh kebijakan tersebut. Sementara itu, pemerintah China menambah lima jenis mineral dan puluhan teknologi pemurnian baru ke dalam daftar ekspor yang dibatasi, serta mewajibkan produsen asing yang menggunakan bahan asal China untuk mematuhi aturan tersebut.
Ketegangan ekonomi ini menambah daftar panjang gesekan antara dua negara. Sehari sebelumnya, pemerintahan Trump mengusulkan pelarangan maskapai China terbang melintasi wilayah udara Rusia untuk rute ke dan dari AS.
Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) juga melaporkan jutaan produk elektronik China telah dihapus dari situs e-commerce besar di AS karena melanggar ketentuan impor.
Para analis menilai, KTT APEC di Korea Selatan pada akhir Oktober bisa menjadi titik krusial bagi hubungan ekonomi AS–China, terutama jika pertemuan Trump–Xi tetap berlangsung.
“Situasi ini akan menjadi menarik. Kedua pihak tampaknya sedang meningkatkan tekanan agar lawannya mengalah menjelang APEC atau sebaliknya, mereka sudah menganggap kesepakatan di APEC mustahil dan kini berupaya memperkuat posisi tawar masing-masing untuk babak berikutnya,” kata pakar ekonomi China di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Scott Kennedy.
