Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Penjelasan Istana soal Makan Siang Gratis Rp10 Ribu per Porsi, Sebut Sudah Uji Coba Hampir Setahun

Penjelasan Istana soal Makan Siang Gratis Rp10 Ribu per Porsi, Sebut Sudah Uji Coba Hampir Setahun

TRIBUNJATIM.COM – Anggaran makan siang gratis yang semula Rp15 ribu per porsi kini turun menjadi Rp10 ribu.

Pemerintah sudah melakukan uji coba selama setahun terakhir sebelum memutusakan.

Hal ini seperti dijelaskan oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan/PCO Hasan Nasbi.

Pemerintah telah uji coba di beberapa provinsi.

“Sudah dilakukan uji coba hampir setahun ini. Jadi di Pulau Jawa, untuk ketercukupan 600-700 kalori per sajian, bisa dengan harga maksimal Rp 10.000,” kata Hasan kepada Kompas.com, Sabtu (30/11/2024).

Hasan menuturkan, uji coba itu sudah diadakan di beberapa provinsi.

Tiga di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta.

Tak hanya itu, penurunan harga per porsi menjadi Rp 10.000 tidak memangkas anggaran program makan bergizi gratis tahun 2025.

Pada tahun depan, pemerintah tetap menganggarkan Rp 71 triliun dalam APBN.

Dengan begitu, sasaran penerima program makan bergizi gratis akan lebih banyak secara bertahap.

“Sudah ada uji coba di Jabar, Jateng, dan DKI Jakarta. Anggaran untuk MBG tahun depan tetap Rp 71 triliun,” ucap Hasan.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan anggaran makan bergizi gratis menjadi Rp 10.000 per porsi.

Nilai ini berubah setelah sebelumnya Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebutkan anggaran mencapai Rp 15.000 per porsi, yang pada praktiknya bersifat fleksibel menyesuaikan harga bahan pangan di daerah.

Dengan kata lain, bakal ada subsidi silang dengan mengalihkan sisa anggaran dari kota dengan biaya bahan pangan rendah ke kota yang lebih mahal.

“Kalau kita rinci program bergizi ini nanti rata-rata minimumnya atau rata-ratanya kita ingin memberi indeks per anak, per ibu hamil itu Rp 10.000 per hari, kurang lebih,” kata Prabowo, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024).

Sejatinya, kata Prabowo, pemerintah ingin menganggarkan program tersebut Rp 15.000 per porsi.

Kendati demikian, setelah dihitung-hitung, alokasi Rp 10.000 per porsi masih cukup layak dan bergizi.

Kepala Negara mengungkapkan, program makan bergizi gratis merupakan salah satu program yang bertujuan untuk menambah kesejahteraan rakyat, termasuk para buruh.

Prabowo bilang, satu keluarga yang berada dalam desil terbawah biasanya memiliki 3-4 anak yang harus diberi makan.

Lewat program ini, satu keluarga bisa menerima Rp 30.000-Rp 40.000 per hari karena program makan bergizi gratis.

“Berarti tiap keluarga bisa menerima minimal atau rata-rata bisa Rp 30.000 per hari. Ini kalau satu bulan bisa 2,7 juta,” tutur Prabowo.

Ujicoba program makan bergizi gratis di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Senin (25/11/2024). (KOMPAS.com/Hasan)

Makan bergizi gratis Rp 10.000 dapat apa?

Ahli gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Toto Sudargo menilai, program makan bergizi gratis dari pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki tujuan yang baik, berapa pun nilai anggarannya.

Menurut Toto, anggaran Rp 10.000 per porsi dapat mencukupi kebutuhan gizi anak-anak sekolah, jika program makan bergizi tersebut dikelola secara efektif.

“Program makan siang gratis dari Presiden Prabowo sesungguhnya berapa pun nilainya, kalau dikelola dengan baik bisa cukup untuk pemenuhan gizi anak-anak,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/11/2024).

Lebih lanjut ia menjelaskan, anggaran Rp 10.000 per anak memang sekilas terlihat tidak mencukupi bila dilihat secara individual.

Namun, jumlah tersebut bisa cukup dengan menerapkan subsidi silang, terutama karena program ini menyasar banyak anak.

“Kalau Rp 10.000 dihitung untuk satu orang, maka tidak akan pernah terselesaikan atau cukup. Tapi, karena ini jumlahnya banyak (anak-anak) dan jika dikelola dengan baik bisa, yaitu dengan subsidi silang,” sambung dia.

Diketahui, subsidi silang adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan mekanisme di mana kelebihan dana dari kelompok tertentu, dialokasikan untuk mendukung kelompok lain yang membutuhkan banyak anggaran. 

Dalam konteks makan bergizi gratis, kebutuhan gizi dan porsi makan anak-anak yang bervariasi, dapat disesuaikan dengan jenjang pendidikan mereka.

Toto menambahkan, penggunaan subsidi silang ini bisa diterapkan lantaran kebutuhan gizi dan porsi makan anak-anak dari setiap jenjang pendidikan berbeda.

Ia memberikan contoh, anak-anak SD bisa saja cukup dengan anggaran Rp 5.000 hingga Rp 7.500, mengingat porsi makan mereka lebih kecil dibandingkan siswa SMP atau SMA/SMK.

Kelebihan anggaran dari porsi siswa SD tersebut, lantas dapat dialokasikan untuk menutupi kebutuhan gizi siswa di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

“Jadi saya sampaikan, jika anggaran Rp 10.000 dilihat untuk per orang, maka tidak cukup. Tapi kalau Rp 10.000 untuk banyak anak, misalnya 100 atau 200 anak, maka itu cukup. Karena pakai subsidi silang itu bisa mendukung satu sama lain,” sambung dia.

Toto mengaku dirinya pernah mempraktikkan penerapan subsidi silang tersebut.

Menurut dia, hasilnya menunjukkan anggaran Rp 10.000 bisa mencukupi program makan bergizi, asalkan pengelolaannya tepat.

“Sudah pernah saya coba di sebuah panti (asuhan) dan dikelola dengan baik, Rp 10.000 itu cukup untuk memenuhi gizi. Karena programnya Prabowo itu jauh lebih baik, sesungguhnya. Kalau dihargai berapa pun jumlahnya itu akan cukup,” tambah dia.

Menurut Toto, dengan alokasi anggaran Rp 10.000 per porsi, anak-anak masih bisa mendapatkan protein, sayur, buah, dan nasi.

Toto memberikan contoh, misalnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), siswa sekolah bisa mendapatkan nasi, ikan (75-100 gram), sayur, buah (pepaya/nanas).

Sementara itu, Guru Besar Pangan dan Gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Ali Khomsan menyarankan agar pemerintah memfokuskan anggaran Rp 10.000 per porsi pada penyediaan lauk pauk bergizi.

Menurut dia, konsep ini lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dibandingkan menyediakan menu lengkap.

“Menurut saya sebaiknya dialokasikan khusus untuk lauk pauk (telur, daging ayam, atau susu secara bergantian), sebab bila berupa makan lengkap anggaran Rp 10.000 terlalu mepet,” ujarnya dalam wawancara terpisah.

Ali menambahkan, kebutuhan nasi dan sayur sebenarnya dapat diusahakan oleh keluarga, terutama bagi masyarakat ekonomi rendah.

Fokus utama pemberian makanan bergizi gratis diarahkan pada lauk hewani yang cenderung mahal dan sering kali sulit diakses oleh keluarga kurang mampu.

“Biasanya dari kalangan ekonomi rendah defisit lauk hewani (karena dianggap mahal). Dengan anggaran yang tidak terlalu besar, kita bisa mengalokasikan sesuai proporsi dan prioritas jenis makanan yang sangat dibutuhkan, khususnya oleh kalangan kurang mampu,” kata dia.

Ia memberikan gambaran dengan anggaran Rp 10.000 per porsi, anak-anak bisa mendapatkan satu telur dan satu susu, atau alternatif lain seperti satu potong daging ayam atau ikan berukuran sedang.

Menurut Ali, alokasi yang terfokus pada sumber protein hewani ini dapat memberikan dampak signifikan pada pemenuhan gizi masyarakat.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com