Jakarta: Akademisi Universitas 17 Agustus, Fernando Emas menilai laporan Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menempatkan Joko Widodo (Jokowi) dalam daftar nominasi Presiden terkorup perlu dipertanyakan. Pasalnya, menurut Fernando, klaim tersebut tidak cukup hanya berdasar pada pembaca website.
Ia menambahkan OCCRP perlu pembuktian dengan data yang akurat serta valid agar dapat diterima secara objektif. Fernando mengungkapkan keprihatinannya terkait cara OCCRP menyusun penilaian terhadap Jokowi.
“Kalau hanya berdasarkan pada pembaca website OCCRP, tentu akurasi dan datanya patut dipertanyakan. Penilaian semacam ini sangat tendensius dan tidak ilmiah,” ujarnya.
Menurutnya, laporan yang dibuat tanpa data yang jelas dan valid justru merugikan nama baik Presiden RI ke-7 dan citra Indonesia di kancah internasional. Dia juga menekankan penempatan nama Jokowi dalam nominasi tersebut berpotensi menjadi alat politik bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi.
“Sangat mungkin memasukkan nama Jokowi sebagai salah satu nominasi Presiden terkorup dimobilisasi oleh pihak-pihak yang selama ini tidak senang dengan kepemimpinan beliau,” lanjut Fernando.
Fernando juga mengingatkan bahwa memasukkan nama Jokowi dalam daftar Presiden terkorup dapat memiliki dampak buruk terhadap citra Indonesia secara internasional.
“Ini sudah mencederai nama Presiden RI dan membuat citra buruk Indonesia di mata dunia. Penilaian semacam ini tidak hanya merugikan Jokowi, tapi juga bangsa Indonesia secara keseluruhan,” tegasnya.
Menurut Fernando, penilaian terhadap seorang pemimpin negara haruslah berbasis pada data dan fakta yang jelas, serta dilakukan oleh lembaga yang memiliki kredibilitas dan akuntabilitas yang terjamin.
“Penyebaran informasi yang tidak berbasis pada fakta yang solid akan sangat berisiko menurunkan kredibilitas lembaga tersebut di mata publik,” tambahnya.
Sebagai langkah lanjutan, Fernando menyarankan agar Presiden Jokowi meminta penjelasan resmi dari OCCRP mengenai penempatan namanya dalam nominasi tersebut.
“Sebaiknya Jokowi meminta penjelasan lebih lanjut dan membawa masalah ini ke ranah hukum. Jika benar-benar tidak didasarkan pada fakta yang sahih, maka langkah hukum bisa menjadi solusi untuk meluruskan isu ini,” katanya.
Fernando juga mengingatkan sebagai seorang pemimpin negara, Jokowi memiliki hak untuk melindungi nama baik dan reputasinya. Serta memastikan bahwa klaim-klaim yang beredar tidak merusak stabilitas politik dan sosial di Indonesia.
Ia menyebut penilaian terhadap Presiden Jokowi sebagai Presiden terkorup oleh OCCRP perlu dibuktikan dengan data yang jelas dan transparan. Tanpa itu, klaim tersebut hanya akan memperburuk citra Indonesia dan membuka peluang bagi kepentingan politik tertentu untuk menggerogoti kredibilitas pemerintahan Jokowi.
Jakarta: Akademisi Universitas 17 Agustus, Fernando Emas menilai laporan Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menempatkan Joko Widodo (Jokowi) dalam daftar nominasi Presiden terkorup perlu dipertanyakan. Pasalnya, menurut Fernando, klaim tersebut tidak cukup hanya berdasar pada pembaca website.
Ia menambahkan OCCRP perlu pembuktian dengan data yang akurat serta valid agar dapat diterima secara objektif. Fernando mengungkapkan keprihatinannya terkait cara OCCRP menyusun penilaian terhadap Jokowi.
“Kalau hanya berdasarkan pada pembaca website OCCRP, tentu akurasi dan datanya patut dipertanyakan. Penilaian semacam ini sangat tendensius dan tidak ilmiah,” ujarnya.
Menurutnya, laporan yang dibuat tanpa data yang jelas dan valid justru merugikan nama baik Presiden RI ke-7 dan citra Indonesia di kancah internasional. Dia juga menekankan penempatan nama Jokowi dalam nominasi tersebut berpotensi menjadi alat politik bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi.
“Sangat mungkin memasukkan nama Jokowi sebagai salah satu nominasi Presiden terkorup dimobilisasi oleh pihak-pihak yang selama ini tidak senang dengan kepemimpinan beliau,” lanjut Fernando.
Fernando juga mengingatkan bahwa memasukkan nama Jokowi dalam daftar Presiden terkorup dapat memiliki dampak buruk terhadap citra Indonesia secara internasional.
“Ini sudah mencederai nama Presiden RI dan membuat citra buruk Indonesia di mata dunia. Penilaian semacam ini tidak hanya merugikan Jokowi, tapi juga bangsa Indonesia secara keseluruhan,” tegasnya.
Menurut Fernando, penilaian terhadap seorang pemimpin negara haruslah berbasis pada data dan fakta yang jelas, serta dilakukan oleh lembaga yang memiliki kredibilitas dan akuntabilitas yang terjamin.
“Penyebaran informasi yang tidak berbasis pada fakta yang solid akan sangat berisiko menurunkan kredibilitas lembaga tersebut di mata publik,” tambahnya.
Sebagai langkah lanjutan, Fernando menyarankan agar Presiden Jokowi meminta penjelasan resmi dari OCCRP mengenai penempatan namanya dalam nominasi tersebut.
“Sebaiknya Jokowi meminta penjelasan lebih lanjut dan membawa masalah ini ke ranah hukum. Jika benar-benar tidak didasarkan pada fakta yang sahih, maka langkah hukum bisa menjadi solusi untuk meluruskan isu ini,” katanya.
Fernando juga mengingatkan sebagai seorang pemimpin negara, Jokowi memiliki hak untuk melindungi nama baik dan reputasinya. Serta memastikan bahwa klaim-klaim yang beredar tidak merusak stabilitas politik dan sosial di Indonesia.
Ia menyebut penilaian terhadap Presiden Jokowi sebagai Presiden terkorup oleh OCCRP perlu dibuktikan dengan data yang jelas dan transparan. Tanpa itu, klaim tersebut hanya akan memperburuk citra Indonesia dan membuka peluang bagi kepentingan politik tertentu untuk menggerogoti kredibilitas pemerintahan Jokowi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(WHS)