Jakarta –
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal atau balasan untuk produk-produk yang diekspor ke AS. Indonesia juga dikenakan tarif sebesar 32%.
Merespons hal tersebut, pengusaha yang tergabung dalam Indonesian Business Council (IBC) mengusulkan strategis yang dapat dilakukan pemerintah dalam merespon kebijakan pemerintah AS.
“IBC mengusulkan langkah-langkah langkah yang mencakup upaya mitigasi untuk menjaga dampak kebijakan tarif terhadap kinerja perekonomian dan perdagangan nasional. Lalu kami juga meminta pemerintah untuk melakukan renegosiasi tarif dan memperluas perjanjian dagang (FTA) dengan negara dan kawasan mitra baru,” kata CEO IBC Sofyan Djalil, dalam keterangannya, Sabtu (5/4/2025).
Secara rinci, IBC menyampaikan empat usul sebagai langkah strategis yang dapat diambil pemerintah. Pertama, fokus pada upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memberikan dukungan kepada industri yang terdampak, termasuk didalamnya kelompok UMKM yang merupakan bagian dari mata rantai industri ekspor.
Sofyan menerangkan upaya ini perlu didukung dengan kebijakan yang kondusif, kepastian regulasi, dan reformasi struktural dalam kemudahan berbisnis. Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas nasional dan daya saing ekspor.
Kedua, IBC mengusulkan agar pemerintah mengambil langkah renegosiasi dengan pemerintah AS dan mengkaji kembali kerangka perjanjian dagang antara kedua negara, untuk mengupayakan penerapan tarif yang lebih adil dan berimbang.
“Hal ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan hubungan dagang yang telah berlangsung, tapi juga memperluas potensi penguatan perdagangan melalui penguatan diplomasi dagang yang aktif,” terang keterangan IBC.
Ketiga, meminta pemerintah untuk mengambil langkah negosiasi multilateral bersama negara- negara ASEAN untuk mendorong tatanan perdagangan internasional yang lebih adil dan setara.
ASEAN merupakan mitra dagang yang sangat besar dan penting, sehingga baik AS maupun ASEAN akan sama-sama diuntungkan melalui upaya negosiasi daan diplomasi dagang ketimbang penerapan kebijakan yang sepihak.
Keempat, IBC mendorong perluasan perjanjian kerjasama perdagangan bilateral dan multilateral serta mempercepat penyelesaian perundingan dagang (FTA) yang saat ini sedang berlangsung. Perjanjian kerjasama dengan negara-negara dan kawasan-kawasan akan memperluas akses pasar baru untuk Indonesia.
Ketua Dewan Pengawas IBC Arsjad Rasjid menyatakan momen ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi investasi dan mitra dagang strategis di tengah pergeseran rantai pasok global.
“Kami melihat tantangan ini sebagai peluang untuk mempercepat reformasi struktural, mendorong diversifikasi pasar ekspor, serta mengembangkan industri bernilai tambah. Kemudahan berusaha juga perlu terus ditingkatkan agar Indonesia lebih kompetitif secara global,” ujarnya.
Kebijakan tarif dari pemerintah AS berpotensi memperburuk tensi dagang global dan mengganggu stabilitas ekonomi lintas negara, termasuk Indonesia. Kementerian Perdagangan mengungkapkan, AS merupakan penyumbang surplus perdagangan nonmigas Indonesia pada 2024.
Nilai surplus perdagangan Indonesia-AS sebesar US$ 16,08 miliar dari total surplus perdagangan nonmigas 2024, yaitu sebesar US$ 31,04 miliar. Ekspor nonmigas Indonesia ke AS terutama adalah garmen, peralatan listrik, alas kaki, dan minyak nabati.
(ada/ara)