Jakarta –
Pengusaha meminta agar pemerintah menunda menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Rencana tersebut dinilai akan meningkatkan harga berbagai produk di ritel.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah.
“Kalau (PPN naik) 12% pasti nanti harga jual naik, dari pabrik naikin 12%, ke distributor naik 1%, dari distributor bisa dua tingkat lah, ada subnya, naik lagi, 1%-1%, ritel naikin 1%, ya bisa 5%,” kata dia ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).
Budihardjo menilai, saat ini dampak dari rencana itu juga telah terasa bagi pengusaha ritel. Masyarakat dinilai telah menunda konsumsi atau pembelian.
“Bukan borong, ya malah memboikot, udah nggak usah beli barang, bayar PPN apa. Nah, sebenarnya itu kan nggak baik, karena konsumsi itu kan harus semua orang belanja, semua orang mau spend money, kalau semua orang saving, nggak bergerak ekonominya,” terangnya.
Budihardjo memprediksi jika PPN 12% tetap berlaku tahun depan, penjualan ritel akan menurun tajam. Dia memprediksi penurunannya mencapai 50% secara bulanan.
“Kalau data kami, misalnya Natal naik 30% omzet kan, ya kalau Januari turun 30% lagi, kemudian balik normal, tambah PPN, (penjualan) turun lagi bisa 50%, anjlok gitu. Tapi kalau last year-nya mungkin 15% turun dibanding Januari tahun lalu,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya meminta rencana kenaikan tarif PPN ditunda karena waktunya dinilai belum tepat. Pertumbuhan ekonomi saat ini dinilai belum pulih.
“Ditunda (Kenaikan PPN 12%). Timing-nya nggak tepat. Ya setahun-setahun aja (ditundanya) lihat lah. Siapa tahu nanti tahun depan bagus banget. Kalau lagi bagus, gapapa,” ungkapnya.
“Tapi kan di undang-undang itu bisa turun juga. Kalau nggak salah, boleh di-review turun atau naik. Ini nggak tahu kenapa naik mulu,” tambahnya.
(ada/ara)