Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha udang meminta pemerintah menangani isu kontaminasi secara serius karena problem tersebut telah berdampak ke operasional para petambak.
U.S. Food and Drug Administration (FDA) pada 14 Agustus 2025 menerbitkan advisory dan memasukkan PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods) ke dalam Import Alert #99-51 karena ditemukan Cesium-137 dalam kiriman udang beku yang ditahan di pelabuhan Amerika Serikat.
Produk dari BMS dianggap melanggar regulasi keamanan pangan terkait kemungkinan kontaminasi radioaktif. Recall juga telah dilakukan untuk beberapa lot produk udang beku merek Great Value yang dijual di Walmart.
Amerika Serikat merupakan pasar terbesar untuk udang Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa nilai ekspor udang nasional di tahun 2024 mencapai sekitar Rp27 triliun rupiah, dengan pasar Amerika Serikat menyerap lebih dari 60% dari total ekspor tersebut. Volume ekspor pada tahun 2024 tercatat sekitar 202.464 metrik ton, sedikit menurun dari puncaknya pada tahun 2021.
Rizky Darmawan, Ketua Petambak Muda Indonesia (PMI), menyampaikan ketidakjelasan penyelesaian kasus ini telah menimbulkan efek domino yang luas, dan berdampak langsung ke petambak di lapangan.
“Krisis ini sudah berjalan terlalu lama tanpa ada kejelasan dari pemerintah sebagai competent authority. FDA dan para pembeli internasional sedang menunggu langkah konkret dan jaminan bahwa masalah ini terkendali. Sementara itu, dampaknya langsung dirasakan oleh petambak kita di lapangan,” paparnya dalam siaran pers, Rabu (24/9/2025).
Lebih jauh, Rizky menekankan bahwa jika masalah ini tidak segera diselesaikan, jutaan lapangan kerja yang bergantung pada industri udang bisa terdampak. Petambak, pabrik pengolahan, pabrik pakan, pekerja tambak, hingga rantai distribusi berisiko kehilangan mata pencaharian.
Rizky Darmawan menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah strategis. PMI menegaskan bahwa pemerintah perlu bertindak hati-hati dan terukur. Langkah yang diambil harus bisa memulihkan kepercayaan pembeli, bukan memperburuk situasi.
“Jika tidak ada penyelesaian cepat dan koordinasi yang jelas antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha, risiko kehilangan kepercayaan pasar global akan semakin besar—dan hal ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kontribusi ekspor udang Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar sektor perikanan,” tuturnya.
Suara petambak yang tergabung dalam Petambak Muda Indonesia (PMI) menegaskan betapa berat dampak yang sudah dirasakan di lapangan. Dari Aceh, Irwan Tandiah menjelaskan bahwa BMS merupakan pembeli utama dari wilayah tersebut.
“Sejak kasus ini mencuat, harga udang jatuh drastis. Untuk size 30, harga hanya mencapai sekitar Rp57.000 per kilogram. Banyak petambak akhirnya menjual hasil panennya dengan harga yang sangat rendah, bahkan di bawah biaya produksi dan mengalami kerugian” ujarnya.
Dari Jawa Timur, Bryant Basuki menambahkan bahwa banyak petambak kini takut untuk memulai siklus budidaya baru. Menurutnya, risikonya terlalu besar jika panen nanti tidak bisa dijual. Akhirnya, banyak yang memilih menghentikan operasi sementara sambil menunggu kejelasan situasi.
“Hal ini mengakibatkan kecenderungan PHK serta penurunan produktivitas rantai pasok lain seperti pabrik pakan dan benur,” imbuhnya.
Di Bangka Belitung, George Samuel menyebutkan bahwa beberapa rencana ekspansi dan pembangunan tambak baru mulai ditunda Investor atas kekhawatiran jika pasar internasional benar-benar menutup akses untuk udang dari Indonesia.
Di Jawa Barat, Guntur Mallarangeng mengungkapkan bahwa beberapa pabrik processing udang sudah mulai membatasi pembelian bahan baku dan proses produksi.
“Mereka takut jika ada kebijakan lanjutan dari Amerika, seperti pembatasan Certificate of Origin (COO), yang bisa membuat produk tertahan di pelabuhan dan merugikan semua pihak,” jelasnya.
Gerry Kamahara, salah satu pengurus PMI, mengingatkan bahwa industri tambak udang sudah menghadapi serangan penyakit yang semakin sulit dikendalikan.
“Dengan tambahan masalah pasar seperti ini, risiko kerugian bagi petambak semakin besar dan bisa menyebabkan banyak yang gulung tikar,” ujarnya.
