Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP Apindo) Jawa Barat mengungkap, sebanyak 28 pabrik di Jawa Barat melakukan relokasi ke Jawa Tengah sepanjang 2019-2022. Pabrik-pabrik tersebut utamanya berasal dari sektor padat karya.
Ketua DPP Apindo Jawa Barat Ning Wahyu Astutik menyampaikan, jumlah tersebut terus bertambah di mana pada 2023 sebanyak 5 pabrik turut melakukan relokasi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Banyak lho itu, 28 pabrik padat karya, itu gede banget. Bahkan di 2023 ada juga 5 pabrik yang melakukan relokasi juga,” kata Ning dalam diskusi bersama media di Jakarta, dikutip Rabu (27/11/2024).
Imbas adanya relokasi tersebut, Apindo Jawa Barat mencatat sebanyak 91.450 pekerja mengalami PHK. Angka tersebut merupakan perhitungan sejak awal pandemi atau 2021 hingga Oktober 2023.
Kendati begitu, jumlah tersebut diperkirakan lebih besar mengingat data yang ada berasal dari perusahaan-perusahaan anggota Apindo se-Jawa Barat.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat mencapai 6,75% pada Agustus 2024. Persentase tersebut turun dibandingkan Agustus 2023 yang tercatat sebesar 7,44%.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sebelumnya memperkirakan jumlah pekerja yang terkena PHK kembali bertambah sebanyak 30.000 orang hingga akhir 2024.
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana menyampaikan, sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 46.000 pekerja di industri ini di-PHK. Dengan demikian, sebanyak 70.000 pekerja di industri tekstil dan garmen dirumahkan sepanjang 2024.
“Akhir Desember ini akan merangkak menjadi 70.000-an, dan this is quite challenging,” ungkap Danang saat ditemui di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (16/10/2024).
Dia mengungkap, badai PHK yang tengah melanda industri tekstil dan garmen dipicu oleh banjir barang impor akibat lemahnya penegakan hukum, dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pemerintah dalam melakukan penegakan hukum dinilai setengah hati.
Oleh karena itu, Danang tidak heran jika dalam 5 tahun mendatang industri pengolahan Tanah Air kian terpuruk apabila tidak ada penanganan serius dari pemerintah.
“…karena tidak berhasil membendung [impor barang jadi]. Regulasi-regulasi yang sebelumnya liar membuka importasi secara bebas di produk hilir, di produk finish product,” ujarnya.