Bisnis.com, JAKARTA — The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) memperkirakan ongkos yang dikeluarkan untuk mengekspor produk baja ke Uni Eropa bisa meningkat tajam imbas penerapan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
CBAM sendiri rencananya mulai berlaku mulai tahun depan. Melalui regulasi ini, Uni Eropa akan menerapkan tarif tambahan untuk emisi karbon dari produk yang diimpor Uni Eropa, termasuk di dalamnya baja dan semen.
Direktur Eksekutif IISIA Harry Warganegara mengatakan kebijakan tersebut dapat menggerus margin ekspor dan mengurangi daya saing produk baja dari Indonesia di pasar Eropa.
“Berdasarkan estimasi awal dari beberapa anggota industri, penerapan CBAM secara penuh dapat meningkatkan biaya ekspor produk baja ke Eropa sebesar 5–20%,” kata Harry kepada Bisnis, dikutip Minggu (2/11/2025).
Namun, kenaikannya akan bergantung pada intensitas karbon dari teknologi yang digunakan, jenis produk seperti flat, long, stainless, atau coated steel, serta harga sertifikat karbon yang berlaku di Uni Eropa yang saat ini berkisar EU€70–90 per ton CO₂.
Kondisi ini tentu dapat membuat produk dari Indonesia tertekan terutama jika dibandingkan dengan produsen dari negara yang telah memiliki pasar karbon domestik yang telah diakui Uni Eropa maupun produsen yang diberi subsidi untuk melakukan dekarbonisasi.
Dalam catatan IISIA, pada semester I/2025, ekspor produk besi dan baja Indonesia ke Uni Eropa mencapai 1,32 juta ton dengan nilai US$884 juta.
“Angka ini meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar 541.000 ton senilai US$435 juta,” tuturnya.
Adapun, peningkatan tersebut terutama ditopang oleh naiknya pengiriman produk utama seperti HRC Carbon, Plates, dan Slab ke kawasan Uni Eropa.
Pada periode yang sama, total ekspor besi dan baja Indonesia mencapai 11,3 juta ton dengan nilai US$13,79 miliar, di mana ekspor ke Uni Eropa berkontribusi sekitar 12% dari total volume dan 6% dari total nilai ekspor nasional.
Harry menerangkan, dampak yang timbul dari penerapan CBAM akan ditanggung eksportir baja Indonesia yang masuk ke Eropa berupa biaya tambahan atas emisi karbon yang terkandung dalam produk mereka.
“Sehingga cenderung menurunkan daya saing dibandingkan produk dari negara dengan emisi rendah,” imbuhnya.
Pihaknya menyebut sertifikat karbon tersebut diperkirakan akan mencapai EU€193 per ton baja. Biaya tersebut sangat tinggi yang membuat produk baja Indonesia tidak akan kompetitif untuk diekspor ke Eropa
