Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat penerbangan sepakat menolak dengan tegas rencana peleburan atau merger maskapai penerbangan milik PT Pertamina (Persero), Pelita Air ke PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA).
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyampaikan bahwa sejak lama dirinya tidak mendukung ide merger maskapai pelat merah. Dirinya lebih mendukung jika tetap ada tiga maskapai yang berdiri dengan brand, karakter, dan segmen pasar masing-masing.
Menurutnya, jika Pelita Air merger dengan Garuda Indonesia, secara otomatis Pelita Air akan hilang. Begitu pula dengan izin usaha maupun izin rute yang telah ada, maka terpaksa dicabut.
“Demikian pula brand value, identitas karakter, dan customer base yang telah dibangun selama ini jadi mubazir. Lenyap,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (14/9/2025).
Dibandingkan merger atau penggabungan, lanjut Alvin, pendekatan berbasis aliansi akan jauh lebih strategis. Contohnya model aliansi global seperti OneWorld, SkyTeam, dan Star Alliance, yang mampu menawarkan sinergi layanan tanpa harus menghilangkan identitas tiap maskapai.
Aliansi memberikan potensi pelayanan yang lebih baik, seperti koneksi penerbangan yang mulus (seamless connection), kemudahan connecting flight, hingga kolaborasi dalam pemasaran
“Dalam struktur aliansi, tiga maskapai ini justru bisa menjadi kekuatan kolektif yang lebih tangguh dibanding hanya satu maskapai tunggal dalam menghadapi persaingan pasar,” jelasnya.
Senada, Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai bahwa apapun yang terjadi pada akhirnya nanti, baik aliansi maupun merger, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus siaga untuk memastikan kompetisi usaha tetap sehat.
Gerry melihat apabila tidak terjadi merger, tetapi mempertimbangkan kerja sama, aliansi domestik dapat menjadi pilihan. Namun, KPPU harus siaga untuk memastikan bahwa aliansi atau merger tidak menggerus kompetisi.
“Jika merger menciptakan dominasi pasar dan membuahkan anti-competitive behaviour, KPPU harus bertindak tegas demi menjaga kepentingan konsumen dan pasar yang sehat,” jelasnya.
Dampak ke Kinerja
Penolakan pun telah disampaikan oleh wakil rakyat, alias DPR. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN Abdul Hakim Bafagih menegaskan bahwa fraksinya menolak rencana tersebut. Menurutnya, kinerja Pelita Air yang kini baik berisiko menjadi buruk usai dilebur ke Garuda Indonesia.
“Ini perusahaan lagi bagus-bagusnya. Kalau kemudian digabungkan, dimerger atau aksi korporasi lain dengan perusahaan yang lagi terseok-seok, yang periode lalu saya ikut memutuskan upaya penyelamatan Garuda, yang sampai sekarang tidak muncul perbaikannya, kasihan Pelitanya,” ujarnya dilansir dari akun Instagram @amanatnasional, Kamis (11/9/2025).
Lebih lanjut, jika spin-off tetap harus dilakukan, Abdul mengusulkan agar Pelita Air dijadikan langsung anak usaha Danantara.
Adapun, isu meleburnya maskapai BUMN dalam Garuda Indonesia kembali mencuat usai pertemuan PT Pertamina (Persero) di DPR.
Di mana Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan pelat merah yang memiliki lini bisnis sejenis bakal digabungkan. Dia mencontohkan, maskapai Pelita Air bakal bergabung dengan Garuda Indonesia.
“Sebagai contoh, untuk airline kami, kita sedang melakukan penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia. Begitu juga untuk sektor insurance, sektor pelayanan kesehatan, hospitality, Patra Jasa, tentunya akan mengikuti roadmap yang sudah dipersiapkan oleh Danantara,” jelas Simon dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).
Pelita Air sendiri telah beroperasi melayani penerbangan komersial sejak Agustus 2023 menggunakan armada Airbus A320.
Bahkan sepanjang 2024 tingkat keterisian kursi (seat load factor) Pelita Air tercatat sebesar 81%, ditambah ketepatan waktu penerbangan yang konsisten di atas 90%.
Sementara pada Agustus 2025 lalu, Pelita Air juga telah memulai penerbangan internasionalnya, dengan rute perdana Jakarta-Singapura. Pelita Air juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 81,34% pada 2024 dan pencapaian laba untuk pertama kalinya sepanjang sejarah perseroan.
