Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru pesimistis, target di sektor pariwisata yang telah dipatok Kementerian Pariwisata untuk 2025 dapat tercapai.
Chusmeru menyebut, pesimisme tersebut didasari oleh berbagai faktor. Pertama, kondisi ekonomi global yang sedang tidak baik-baik saja.
“Ekonomi global dibayangi oleh isu resesi di beberapa negara,” kata Chusmeru kepada Bisnis, Jumat (20/12/2024).
Kedua, kondisi ekonomi dalam negeri juga banyak diwarnai dengan isu-isu yang sangat sensitif dan negatif bagi perkembangan industri pariwisata di Tanah Air.
Hal itu antara lain meliputi implementasi PPN 12%, pemangkasan anggaran perjalanan dinas bagi kementerian dan lembaga sebesar 50%, ancaman PHK di sektor swasta yang kemungkinan akan terjadi secara besar-besaran pada 2025, serta isu terkait menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia.
Hal ini, kata dia, akan berdampak pada mobilitas dan perjalanan wisata, terutama oleh wisatawan dari kelas menengah di Indonesia. Selain itu, harga-harga kebutuhan pokok akan terus melonjak setiap bulan di Indonesia,
“Ini tentunya akan berpengaruh terhadap daya beli wisatawan untuk melakukan perjalanan wisatanya,” ungkapnya.
Untuk mengatasi itu, dia mengharapkan pemerintah tidak membuat kebijakan ekonomi yang kontraproduktif bagi pengembangan industri pariwisata di Tanah Air.
Di samping itu, lanjutnya, perlu dilakukan diversifikasi dan inovasi produk wisata di Indonesia, sehingga produk wisata kita tidak hanya menjual objek wisata saja, baik objek wisata alam maupun buatan, tetapi juga perlu ada diversifikasi dan inovasi dalam agenda wisata.
“…sehingga ini bisa menarik animo wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia maupun ke berbagai daerah yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia sebetulnya memiliki banyak peluang dalam pengembangan pariwisata. Apabila dilihat dari potensi objek dan daya tarik wisata yang dimiliki, Indonesia sebetulnya memiliki nilai jual di pasar wisata, baik domestik maupun mancanegara.
Hanya saja, kata dia, banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kualitas produk wisata yang harus kompetitif. Sebab, Indonesia memiliki banyak kompetitor dalam produk wisata, terutama yang berkaitan dengan objek dan daya tarik wisata. Misalnya, Thailand dan Singapura.
Belum lagi kompetitor di tingkat Asia. Chusmeru menilai, Indonesia harus bersaing dengan Korea Selatan, Vietnam, dan Jepang. Untuk itu, kata dia, perlu peningkatan kualitas produk wisata, termasuk juga peningkatan kualitas pelayanan di sektor pariwisata.
Adapun, Kemenpar menargetkan tingkat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di kisaran 14,6 juta—16 juta kunjungan pada 2025. Target tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yang dipatok sebesar 14,3 juta kunjungan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana dalam Jumpa Pers Akhir Tahun 2024 di kantor Kementerian Pariwisata, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024).
“Pada 2025, Kemenpar diamanatkan untuk capai target wisman 14,6–16 juta kunjungan,” kata Widiyanti, Jumat (20/12/2024).
Untuk target pergerakan wisatawan nusantara (wisnus), Kemenpar mematok sebesar 1,08 miliar perjalanan. Target tersebut sedikit lebih rendah dibanding target 2023 dan 2024 yang dipatok di kisaran 1,2 miliar — 1,4 miliar.
Selain itu, pemerintah juga mematok kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,6% di 2025 dengan nilai devisa ditargetkan di kisaran US$19 miliar—US$22,1 miliar dan jumlah tenaga kerja di sektor ini sebanyak 25,8 juta orang.