Jakarta, Beritasatu.com – Kesejahteraan tenaga pendidik, baik guru maupun dosen, hingga kini masih menjadi isu yang memprihatinkan. Pemerhati pendidikan, Doni Koesoema Albertus, menyoroti ketimpangan kesejahteraan yang sangat terasa, terutama di kalangan guru honorer.
“Saat bekerja, perlindungan terhadap guru, termasuk masalah gaji dan kesejahteraan, harus diberikan. Faktanya, masih ada guru honorer yang hanya digaji Rp 300.000 per bulan,” ujar Doni kepada Beritasatu.com, Minggu (17/11/2024).
“Setelah mereka menyelesaikan tugasnya, pemerintah seharusnya memberikan penghargaan dan apresiasi yang layak, termasuk jaminan di hari tua. Jangan sampai guru yang telah mengabdi selama bertahun-tahun tetap hidup dalam kesulitan di masa tuanya,” tambahnya.
Doni menjelaskan ketimpangan kesejahteraan guru mencolok berdasarkan status pekerjaan mereka. Guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) cenderung memiliki penghasilan lebih baik dibandingkan guru di sekolah swasta atau guru honorer.
“Guru ASN selama ini memiliki gaji yang sudah sangat bagus. Mereka yang telah bersertifikasi bisa mendapatkan take home pay minimal Rp 15 juta. Sementara itu, guru tetap di sekolah swasta non-internasional, meskipun penghasilannya cukup baik, tetap tidak sebanding,” katanya.
Namun, kondisi guru swasta yang belum bersertifikasi, termasuk guru honorer, jauh dari standar.
“Guru swasta tetap yang belum bersertifikasi rata-rata masih digaji di bawah UMR, kurang dari Rp 5 juta. Apalagi guru honorer, mereka yang sering kali harus berjuang dengan pendapatan minim,” ungkap Doni.
Doni mendesak pemerintah untuk lebih adil dalam meningkatkan kesejahteraan guru, khususnya bagi golongan non-ASN.
“Jika pemerintah berencana menaikkan gaji guru, fokuslah pada guru swasta tidak tetap, guru swasta tetap, serta guru negeri yang masih berstatus honorer. Jangan hanya guru ASN yang mendapat perhatian. Kebijakan seperti ini tidak bermakna bagi hampir 1,8 juta guru swasta di Indonesia,” tegasnya.
Menurut data yang disebutkan Doni, jumlah guru negeri di Indonesia berkisar 1,2 juta orang, sementara guru swasta mencapai sekitar 1,8 juta orang.
“Evaluasi kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh guru, bukan hanya sebagian kecil. Jangan hanya berbicara tentang peningkatan gaji tanpa melihat kebutuhan mayoritas guru yang masih hidup dalam keterbatasan,” pungkas Doni.