Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.
Pakar ekonomi Politik: Penetapan tersangka Tom Lembong terkesan dipaksakan
Dalam Negeri
Sigit Kurniawan
Sabtu, 16 November 2024 – 19:24 WIB
Elshinta.com – Masalah hukum yang dihadapi eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) bisa saja diartikan sebagai masalah politik. Hal itu dikatakan Pakar Ekonomi Politik, Prof Anthony Budiawan Prof Anthony Budiawan dalam diskusi bertajuk, “Tom Lembong: Kasus Hukum atau Masalah Politik” yang digelar Strategi Institute di Jakarta, Sabtu (16/11).
Diskusi juga menghadirkan nara sumber lain, seperti Pakar Komunikasi Politik, Prof Emrus Sihombing dan Pakar Hukum, Sugeng Teguh Santosa.
Anthony mengatakan, komoditas gula di Indonesia ternyata tidak pernah surplus. Karena itu dapat dibantah bahwa pernyataan Kejaksaan Agung yang menyebut pada 2015 terjadi surplus gula, diyakini tidak sesuai data yang ada.
Anthony menjelaskan berdasarkan Data National Sugar Summit Indonesia menyebutkan bahwa produksi gula dalam negeri pada 2015 sebesar 2,49 juta ton. Padahal konsumsi gula nasional sebesar 2,86 juta ton. Artinya, produksi gula dalam negeri lebih rendah dari kebutuhan alias tidak surplus.
Prof Anthony Budiawan yang juga Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) menambahkan, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan negara mengimpor 3,3 juta ton gula pada Mei 2015.
“Tujuan impor ini untuk menstabilkan harga gula. Jadi, penetapan tersangka Tom Lembong itu terkesan dipaksakan,” ujar Anthony Budiawan.
Selain itu, lanjut Anthony, tudingan terhadap Tom Lembong dianggap tidak masuk akal. Padahal sejak lama Indonesia terkenal sebagai negara net-impor gula.
“Jadi kalau dikatakan surplus itu sudah tidak mungkin apalagi yang katanya Mei ada itu rapat koordinasi mengatakan surplus. Jadi saya setuju bahwa ini adalah satu pemaksaan yang untuk mentersangkakan Tom Lembong,” kata Anthony.
Dijelaskan Prof Anthony, izin impor gula kristal mentah saat itu hanya 105.000 ton untuk keperluan industri. Ini artinya hanya sekitar 3,1 persen dari total impor gula tahun 2015.
Kemudian Anthony menyoroti terkait ihwal izin yang diberikan kepada swasta jelas tidak menyalahi aturan. Izin impor yang diberikan Tom Lembong sudah mempunyai izin impor gula atau gula kristal mentah, yakni bahan baku hilirisasi untuk diproses menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal putih.
“Ini ada pemaksaan dan kalau ditanya ini untuk kepentingan politik atau hukum saya menurut pendapat saya sangat sarat politik,” ujar Anthony.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berencana menggelar sidang perdana gugatan praperadilan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong pada Senin 18 November 2024, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Menteri Perdagangan periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar menjelaskan bahwa keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut bermula ketika pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antar kementerian, disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.
Sementara, Pakar Hukum, Sugeng Teguh Santosa juga mdmpersoalkan penetapan terangka Kejaksaan terhadap Tom Lembong, apakah sudah memenuhi asas kesetaraan terhadap menteri menteri yang lain yang juga melakukan import gula.
“Aparat hukum harus berani memanggil dan memeriksa para menteri yang juga melakukan kebijakan mengimport gula agar asas kesetaraan bisa berlaku secara hukum kalau tidak maka kasus Tom Lembong adalah masalah politik,” ujar Teguh.
Sumber : Elshinta.Com