Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Penerimaan Negara Anjlok, Guru Besar UI Khawatir Utang Pemerintah Terus Bertambah

Penerimaan Negara Anjlok, Guru Besar UI Khawatir Utang Pemerintah Terus Bertambah

Bisnis.com, JAKARTA — Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty mengaku khawatir utang pemerintah akan terus bertambah, usai penerimaan negara mengalami tren penurunan.

Telisa menilai inti dari permasalahan pengelolaan fiskal Indonesia selama ini adalah banyaknya kebocoran anggaran seperti kasus korupsi hingga pengemplangan pajak. Kondisi tersebut diperburuk dengan faktor eksternal seperti pandemi Covid-19 hingga penurunan harga komoditas unggulan (minyak mentah, batu bara, hingga mineral).

Akibatnya, pemerintah harus dipaksa menerbitkan surat utang untuk menambal kebocoran hingga memitigasi efek negatif dari berbagai faktor eksternal tersebut.

“Sehingga defisit [APBN] kita menjadi lebih lebar. Nah itu yang harus kita bayar sekarang, namanya Ricardian Equivalence,” jelas Telisa saat ditemui di Jakarta Pusat, dikutip Selasa (18/3/2025).

Menurut mantan asisten Staf Khusus Sekretariat Kabinet Bidang Ekonomi ini, teori Ricardian Equivalence menyatakan setiap utang yang diambil saat ini akan berimbas ke pembayaran pajak yang lebih tinggi di masa yang akan datang.

Telisa berpendapat, sebenarnya pemerintah tidak perlu menambah utang apabila pendapatan negara bisa dimaksimalkan. Masalahnya, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masih kerap bergantung kepada harga komoditas unggulan yang tidak bisa dikendalikan.

Selain itu, penerimaan pajak sulit diekstensifikasi karena pangsa sektor informal masih sangat besar dalam perekonomian nasional. Alasannya, karena biaya berusaha yang masih sangat besar di Indonesia.

“Kita itu high cost economy, harus bayar regulasi, harus istilahnya ‘uang keamanan’ [pungli], itu akar permasalahannya. Akhirnya perusahaan sendiri enggak mau untuk bayar pajak dengan benar, kemudian enggak mau formal, sehingga kontribusinya jadi kurang. Makanya penerimaan [pajak] kita dari dulu kurang optimal,” ungkap Telisa.

Dia pun berharap agar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan baru secara bertahap. Telisa melihat pemerintah saat ini memiliki banyak ide besar namun seakan tidak mempertimbangkan keadaan fiskal negara.

Contohnya pembentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang akan mengelola aset BUMN. Akibatnya, dividen BUMN tidak akan lagi masuk ke kas negara.

Belum lagi rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di 70.000 desa. Telisa mengingatkan, keperluan anggaran pembentukan Koperasi Desa Merah Putih tersebut tidak sedikit; jika memakai dana desa maka akan berdampak negatif ke pendapatan desa.

“Akhirnya ada yang dikorbankan dalam jangka pendek, seperti tadi contohnya APBN. Efisiensi anggaran yang benar-benar kontraktif, tapi efek positif dari realokasinya itu belum dirasa, yang program barunya itu. Intinya, kebijakan itu butuh proses, butuh suatu masa transisi juga dan evaluasi, jadi nggak bisa serampangan gitu,” tutupnya.

Merangkum Semua Peristiwa