Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Penerimaan Bea-Cukai Tetap Tumbuh di Awal 2025, Pengamat: Pemberantasan Rokok Ilegal Harus Prioritas – Halaman all

Penerimaan Bea-Cukai Tetap Tumbuh di Awal 2025, Pengamat: Pemberantasan Rokok Ilegal Harus Prioritas – Halaman all

Penerimaan Bea dan Cukai Tetap Tumbuh di Awal 2025, Pengamar: Pemberantasan Rokok Ilegal Harus Jadi Prioritas

Reza Deni/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pendapatan negara pada awal tahun 2025 tercatat mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Kementerian Keuangan mengungkapkan, pendapatan negara per Februari 2025 tercatat sebesar Rp316,9 triliun, mengalami penurunan sebesar 21,48 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. 

APBN pun mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun.

Adapun penurunan terbesar terjadi pada sektor penerimaan pajak, yang tergerus hingga 30%.

Penerimaan pajak yang mengalami penurunan ini berkontribusi besar terhadap penurunan keseluruhan pendapatan negara pada bulan pertama tahun 2025. 

Meskipun demikian, ada sektor yang menunjukkan kinerja positif di tengah kondisi yang kurang menggembirakan ini, yaitu penerimaan dari kepabeanan dan cukai. 

Penerimaan cukai di Indonesia, terutama dari cukai rokok yang mencakup lebih dari 90% pemasukan cukai, memiliki peran vital dalam membiayai berbagai program pembangunan negara. 

“Penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 2,1 persen,” ujar Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam keterangannya, dikutip Kamis (27/3/2025).

Meskipun mengalami pertumbuhan pada Februari 2025, pendapatan kepabeanan dan cukai masih perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. 

Contohnya seperti isu peredaran rokok ilegal yang mengancam pendapatan kepabeanan dan cukai. 

Menurut data dari Indodata Research Center, keberadaan rokok ilegal diperkirakan telah merugikan negara hingga Rp97 triliun pada 2024. 

Tak hanya cukai, peredaran rokok ilegal juga tidak membayar kewajiban-kewajiban pajak seperti pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai, sehingga amat merugikan negara. 

Menurut Direktur Eksekutif Indodata Research Center Danis Saputra Wahidin, rokok ilegal yang beredar tersebut terbesar berupa polos atau tanpa pita cukai 95,44 persen, disusul rokok palsu 1,95 persen, saltuk 1,13 persen, bekas 0,51 persen, dan salson 0,37 persen.

Data dari 2021 hingga 2024, tercatat bahwa angka konsumsi rokok ilegal mengalami tren kenaikan yang cukup signifikan.

“Hasil kajian memperlihatkan kalau rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen dan kita menemukan angka di 46 persen di 2024. Maraknya rokok ilegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara Rp 97,81 triliun,” kata Danis.

Oleh karena itu, pemberantasan rokok ilegal harus menjadi prioritas utama untuk memastikan pendapatan negara tetap terjaga, terutama di sektor cukai.

Pemberantasan rokok ilegal menjadi sangat penting karena dampaknya yang langsung terhadap penerimaan negara dan keberlanjutan program pembangunan. 

“Pemerintah pun perlu memperkuat upaya penanggulangan peredaran rokok ilegal untuk menjaga penerimaan negara dan mencapai target penerimaan cukai pada APBN 2025,” kata dia.

 

Merangkum Semua Peristiwa