FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Rencana penerapan single salary untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali ramai dibicarakan para pegawai pemerintah, baik PNS maupun PPPK. Skema ini disebut sebagai cara pemerintah merapikan sistem penggajian dengan melebur seluruh tunjangan ke dalam satu paket gaji pokok yang lebih besar dan transparan.
Meski sempat disebut mulai diuji coba pada 2026, hingga kini kebijakan tersebut masih dalam tahap pembahasan. Pemerintah belum mengeluarkan aturan final, sehingga berbagai angka yang beredar masih berupa simulasi yang mengacu pada struktur gaji saat ini.
Inti dari kebijakan ini adalah penentuan penghasilan berdasarkan grading jabatan, bukan lagi status kepegawaian. Setiap posisi akan dinilai dari beban tugas, tanggung jawab, tingkat kesulitan, hingga risiko, lalu dimasukkan ke level grade tertentu.
Menurut simulasi yang dikutip dari Jawa Pos, seluruh komponen penghasilan ASN nantinya dilebur menjadi satu:
Total Gaji = Gaji Pokok + 5% Tunjangan Kinerja (sebelum pajak)
Dengan model ini, tunjangan-tunjangan lama akan hilang karena sudah masuk ke struktur gaji pokok. Namun perbedaan antara PNS dan PPPK tetap bisa muncul, terutama dari masa kerja golongan (MKG), struktur dasar, dan potongan pajak.
Simulasi Single Salary untuk Golongan II/a
PNS Golongan II/a
Gaji pokok: ± Rp 1.960.200
Tunjangan kinerja 5%: Rp 98.010
Total sebelum pajak: Rp 2.058.210
Pajak ± 5–10%: Rp 103.000
Gaji bersih: ± Rp 1.955.210
PPPK Golongan II/a
Gaji pokok: ± Rp 2.116.900
Tunjangan kinerja 5%: Rp 105.845
Total sebelum pajak: Rp 2.222.745
Pajak ± 5–10%: Rp 111.000
Gaji bersih: ± Rp 2.111.745
Dari hitungan tersebut, selisih gaji bersih berada di angka ± Rp 156.535, dengan PPPK sedikit lebih tinggi. Hal ini terjadi karena struktur gaji dasar PPPK memang lebih besar pada level awal sebagai kompensasi status kontrak.
