Jakarta –
Para arkeolog belum lama ini telah menemukan bukti-bukti mengenai benteng yang diduga sebagai situs benteng tertua di dunia, yang dinamakan Amnya. Dikutip detikINET dari newsweek, Selasa (27/2/20242), sekelompok ilmuwan membentuk sebuah tim untuk meneliti penemuan tersebut di Siberia Barat.
Diketahui bahwa situs tersebut merupakan benteng pertahanan purba yang berlokasi di wilayah paling utara Eurasia. Terdapat beberapa bangunan serupa yang terdiri dari palisade, tepian, dan parit. Para ilmuwan berasumsi bahwa konstruksi bangunan tersebut terlalu maju untuk dapat dikerjakan oleh manusia pada zaman pemburu dan pengumpul yang tinggal beberapa ribu tahun yang lalu.
Berdasarkan riset terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Antiquity, menunjukkan bahwa Amnya pertama kali dibangun sekitar 8.000 tahun yang lalu, ketika penduduk lokal pada wilayah tersebut masih aktif sebagai pemburu, pengumpul makanan, dan memancing.
Temuan ini tentunya menandakan bahwa penduduk yang berada di taiga Siberia Barat pada zaman tersebut telah berhasil membangun struktur pertahanan yang rumit di sekitar tempat tinggal mereka dan bahwa benteng ini sudah berdiri berabad-abad sebelum teknologi yang serupa muncul di Eropa. Hal ini bisa mengubah sejarah yang ada selama ini.
“Tentunya hal ini bertentangan dengan kepercayaan umum yang percaya bahwa hanya masyarakat pertanian saja yang dapat membangun struktur monumen seperti itu, yang mana mengubah alur waktu tentang kemampuan manusia dalam membangun bangunan arsitektur yang canggih dalam masyarakat,” ucap Tanja Schreiber, seorang arkeologis dari Institute of Prehistoric Archaeology di Freie Universitat dan salah satu dari penulis studi tersebut.
“Dari perspektif barat kami yang bersifat eurosentris, terdapat keyakinan yang kuat bahwa manusia pada zaman pemburu dan pengumpul secara signifikan tidak mampu untuk dapat membentuk lingkungan mereka,” tambahnya.
Temuan tersebut memiliki potensi untuk dapat mengubah pandangan sejarah manusia dengan menujukkan bahwa pemburu dan pengumpul memiliki kemampuan untuk mendirikan bangunan benteng seperti itu. Sebelumnya, para bidang arkeologi meyakini adanya keterkaitan antara perkembangan sosial dan politik yang rumit dengan munculnya masyarakat agraris, yang termasuk bangunan permanen seperti benteng di Amnya.
“Meski demikian, pandangan tersebut tidak memperhatikan inovasi dari masyarakat zaman pemburu-pengumpul yang telah tinggal di taiga Siberia 8.000 tahun yang lalu, termasuk beberapa pembangunan situs benteng yang tertua di dunia,” tulis para penulis dalam penelitian mereka.
Selama bertahun-tahun, para penjelajah telah mencatat keberadaan struktur benteng di berbagai belahan dunia, mulai dari masa pra-sejarah hingga masa setelahnya, di berbagai jenis wilayah. Namun, apa yang terungkap di Siberia Barat ini sangat mengejutkan. Tim arkeolog dari Universitas Bebas Berlin di Jerman melakukan penelitian lapangan di situs Amnya pada tahun 2019
“Melalui pemeriksaan arkeologis yang detail di Amnya, kami dapat mengumpulkan sampel untuk penanggalan radio karbon, memastikan situs prasejarah tersebut dan menetapkannya sebagai benteng tertua di dunia,” jelas Schreiber.
Temuan tim mengungkap bahwa para masyarakat prasejarah yang berada di Siberia Barat mempunyai gaya hidup rumit, menguras sumber daya yang ada di taiga. Mereka menangkap ikan dari Sungai Amnya dan berburu binatang seperti rusa besar dan rusa kutub dengan menggunakan tombak yang berujung batu dan tulang. Mereka juga mampu menciptakan gerabah yang dihias dengan detail untuk menyimpan kelebihan minyak ikan dan daging, seperti yang dikatakan para peneliti.
“Lingkungan dari Siberia Barat saat ini mungkin terlihat seperti kasar dan sangatlah tidak bersahabat, tetapi bagi para pemburu-pengumpul itu merupakan surga,” kata Ekaterina Dubovtesa, seorang peneliti dari Institute of History and Archaeology di Russian Academy of Science dan juga merupakan salah satu penulis.
Banyaknya sumber daya alam yang ada di taiga Siberia, seperti panen ikan tahunan dan migrasi dari sekawanan hewan kemungkinan besar memainkan peran kunci dalam mempengaruhi pembangunan pemukiman berbenteng oleh pemburu-pengumpul, demikian disarankan oleh studi tersebut.
Para peneliti juga mencatat bukti yang menunjukkan bahwa pemukiman tersebut beberapa kali mengalami kerusakan akibat kebakaran, fenomena yang terjadi di lokasi lain dan diduga terkait dengan konflik bersifat kekerasan.
Sejalan dengan situs Gobekli Tepe di Turki, temuan di Siberia ini menunjukkan bahwa perubahan masyarakat dari kelompok pemburu-pengumpul yang sederhana menjadi masyarakat pertanian yang kompleks dapat mengambil jalur yang berbeda.
“Saat ini kita dapat melihat banyak masyarakat dalam catatan arkeologi yang merupakan pemburu-pengumpul tetapi memiliki sesuatu hal yang diasumsikan terkait dengan petani.” jelas Graeme Barker, arkeologis dari University of Cambridge
*Artikel ini ditulis oleh Mohammad Frizki Pratama, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(fyk/fyk)