Bisnis.com, JAKARTA — Penghentian operasional pemerintahan Amerika Serikat (AS) atau government shutdown diperkirakan bisa berdampak kepada perekonomian global, termasuk Indonesia. Namun, besaran dampak yang juga bisa memengaruhi target pertumbuhan ekonomi pemerintah RI akan tergantung dengan lamanya durasi shutdown.
Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Deni Friawan menilai dampak government shutdown terhadap perekonomian Indonesia akan relatif terbatas apabila berlangsung kurang dari dua pekan. Namun, jika situasi tersebut berlarut hingga sebulan atau lebih, pengaruhnya terhadap perekonomian global akan semakin besar.
“Kalau misalnya lebih dari tiga atau empat minggu dan berlarut-larut, permasalahan domestik Amerika Serikat ini tentunya akan punya dampak yang besar terhadap perekonomian dunia, mengingat US punya peranan yang besar terhadap perekonomian dunia. Dan itu pastinya akan berdampak ke perekonomian Indonesia baik secara langsung atau tidak langsung,” jelas Deni kepada Bisnis, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, ketidakpastian global akan meningkat apabila penutupan pemerintahan berlangsung lama. Situasi ini mendorong investor melakukan flight-to-safety dengan memindahkan investasinya ke aset yang dianggap aman seperti emas atau ke negara-negara maju, termasuk AS. Kondisi tersebut berpotensi memicu capital outflow dari negara berkembang, termasuk Indonesia, baik di pasar saham maupun obligasi.
“Tentu akan menekan rupiah dan menekan IHSG. Itu yang pertama,” ujar peneliti ekonomi lulusan Universitas Indonesia (UI) dan Kyung Hee University, Korea Selatan itu.
Selain berdampak pada pasar keuangan, Deni menyebut shutdown yang berkepanjangan juga bisa mengurangi konsumsi masyarakat AS. Jika daya beli turun, permintaan terhadap ekspor dari negara mitra, termasuk Indonesia, berisiko melemah. Selama ini, ekspor Indonesia ke AS didominasi produk tekstil, garmen, alas kaki, dan elektronik.
“Jadi tentu ini menjadi tambahan tekanan terhadap ekspor Indonesia yang sebelumnya juga sudah tertekan dari dampak reciprocal tariffs yang dilakukan sampai 19% itu,” terangnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia ke AS pada Agustus 2025 sebesar US$2,72 miliar, turun 12,39% secara bulanan (month-to-month/mtm), namun masih naik 2,96% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Lebih lanjut, Deni menilai target pertumbuhan ekonomi 5,2% (yoy) pada 2025 yang ditetapkan pemerintah sudah sulit dicapai bahkan sebelum adanya shutdown. “Jadi adanya shutdown ini semakin mempersulit pencapaian target 5.2% itu,” ujarnya.
Berdasarkan laporan sebelumnya, pemerintah AS yang dipimpin Presiden Donald Trump menghentikan sebagian operasionalnya sejak Rabu (1/10/2025) akibat belum tercapainya kesepakatan antara pemerintah dan Kongres terkait pendanaan federal.
