Penasihat Hukum Sebut Tuntutan Oditur Militer Tak Berkeadilan dalam Kasus Tewasnya Prada Lucky

Penasihat Hukum Sebut Tuntutan Oditur Militer Tak Berkeadilan dalam Kasus Tewasnya Prada Lucky

KUPANG – Tim penasihat hukum (PH) 17 terdakwa kasus penganiayaan yang berujung tewasnya Prada Lucky Namo menolak tuntutan Oditur Militer yang menuntut hukuman 9 dan 6 tahun penjara disertai pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer Cq TNI Angkatan Darat.

Penolakan tersebut disampaikan dalam nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan pada sidang lanjutan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (17 Desember).

Tim penasihat hukum terdakwa terdiri dari Letkol I Ketut S, Mayor Gatot Subur, Kapten Indra Putra, dan Letda Chk Benny Suhendra Las Baun. Nota pembelaan dibacakan secara bergantian oleh para penasihat hukum dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Mayor Chk Subiyanto, didampingi Letkol Chk Alex Pandjaitan dan Mayor Chk Wasinton Marpaung sebagai hakim anggota.

Dalam pleidoinya, tim penasihat hukum menilai proses persidangan seharusnya mengukur secara proporsional tingkat kesalahan dan pertanggungjawaban pidana masing-masing terdakwa.

“Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan dan penelitian secara hukum, kami selaku penasihat hukum terdakwa bukan ingin mengaburkan, melainkan memohon kepada majelis hakim yang mulia agar memberikan pertimbangan secara objektif dengan melihat seluruh bukti dan fakta persidangan, serta tidak mendasarkan putusan pada intervensi, termasuk opini publik,” ujar Letda Benny Suhendra saat membacakan nota pembelaan dilansir dari Antara, Rabu, 17 Desember.

Penasihat hukum menilai tuntutan pidana 9 dan 6 tahun penjara ditambah pemecatan dari dinas TNI AD tidak mencerminkan rasa keadilan dan kemanusiaan bagi para terdakwa dan keluarganya. Mereka berpendapat, berdasarkan fakta persidangan, pemukulan yang terjadi dilakukan dalam konteks kekecewaan dan upaya membina korban agar tidak mengulangi perilaku yang dianggap menyimpang.

Dalam persidangan, penasihat hukum juga mengungkapkan keterangan hasil pemeriksaan korban terkait dugaan penyimpangan seksual yang disebut telah dilakukan korban sejak masih sipil hingga menjadi anggota TNI. Identitas pasangan korban turut disebutkan dalam persidangan tersebut.

Tim penasihat hukum menilai tuntutan oditur militer cenderung dipengaruhi opini publik dan tidak sepenuhnya mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

“Tujuan hukum pidana tidak semata-mata memberikan pembalasan, melainkan dalam hukum pidana modern lebih menitikberatkan pada pembinaan agar seseorang tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari,” kata penasihat hukum.

Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada satu pun bukti yang menunjukkan adanya niat jahat atau kesengajaan dari para terdakwa untuk menyebabkan kematian korban. Menurut mereka, niat para terdakwa semata-mata untuk membina korban.

“Bahwa benar telah terjadi pemukulan yang berakibat hilangnya nyawa korban, namun hal tersebut tidak serta-merta dapat dikategorikan sebagai kesengajaan yang menyebabkan mati sebagaimana dakwaan Pasal 131 ayat (1) juncto ayat (3) KUHPM juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar penasihat hukum.

Selain itu, tim PH meminta majelis hakim mempertimbangkan sikap kooperatif para terdakwa selama proses hukum, rekam jejak yang belum pernah dihukum, serta kondite dan kinerja para terdakwa selama berdinas.

Pada akhir pleidoi, tim penasihat hukum memohon majelis hakim menerima nota pembelaan, menolak tuntutan oditur militer, menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, serta membebaskan para terdakwa dari seluruh dakwaan dan tuntutan.

Mereka juga menolak tuntutan restitusi yang diajukan oditur militer dan meminta agar para terdakwa dibebaskan dari tahanan.

“Apabila majelis hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya,” kata Letda Benny Suhendra menutup pembelaan.

Sidang Sebelumnya

Pada persidangan sebelum yang digelar pada 4 Desember 2025, sebanyak 17 orang terdakwa kasus penganiayaan hingga menewaskan Prada Lucky Namo, dituntut hukuman 9 dan 6 tahun penjara disertai pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI Angkatan Darat.

Tuntutan tersebut dibacakan Oditur Militer yang terdiri dari Letkol Chk Yusdiharto, Letkol Chk Alex Pandjaitan dan Mayor Chk Wasinton Marpaung.

Sebanyak 17 orang terdakwa itu yakni

1. Sertu Thomas Desamberis Awi

2. Sertu Andre Mahoklory

3. Pratu Poncianus Allan Dadi

4. Pratu Abner Yeterson Nubatonis

5. Sertu Rivaldo De Alexando Kase

6. Pratu Imanuel Nimrot Laubora

7. Pratu Dervinti Arjuna Putra Bessie

8. Letda Inf. Made Juni Arta Dana

9. Pratu Rofinus Sale

10. Pratu Emanuel Joko Huki

11. Pratu Ariyanto Asa

12. Pratu Jamal Bantal

13. Pratu Yohanes Viani Ili

14. Serda Mario Paskalis Gomang

15. Pratu Firdaus

16. Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han)

17. Pratu Yulianus Rivaldy Ola Baga

Dari 17 orang terdakwa itu, dua orang diantaranya yakni Letda Inf. Made Juni Arta Dana dan Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru S.Tr. (Han), keduanya merupakan komandan peleton (danton), dituntut 9 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD.

Sedangkan 15 terdakwa lainnya dituntut 6 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD.

Oditur militer merujuk pada Pasal 131 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang mengatur tentang penganiayaan oleh militer terhadap bawahan, dan dari fakta-fakta persidangan baik keterangan terdakwa, saksi, ahli dan bukti petunjuk yang menunjukkan adanya tindak pidana dan memenuhi unsur.

Oditur juga menyertakan pidana tambahan restitusi militer yang merujuk pada kewajiban pelaku tindak pidana militer untuk memberikan ganti rugi langsung kepada korban, masing-masing terdakwa diwajibkan membayar Rp32 juta lebih sehingga totalnya mencapai Rp544 juta lebih.

Perkara dugaan penganiayaan berat yang berujung tewasnya Prada Lucky Namo itu melibatkan 22 orang terdakwa yang dikemas dalam tiga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yakni BAP seorang terdakwa (Danki A), BAP 17 orang terdakwa, dan BAP empat orang terdakwa.

Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Danki A Yonif TP 834/WM Lettu Inf Ahmad Faisal, perkara Nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 orang terdakwa, dan perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan empat terdakwa yakni Sertu Thomas Desamberis Awi, Sertu Andre Mahoklory, Pratu Poncianus Allan Dadi, dan Pratu Rofinus Sale.

Pada sidang yang digelar 11 Desember 2025, Lettu Inf Ahmad Faisal dituntut 12 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD, serta hukuman restitusi sebesar Rp561 juta.

Pada hari yang sama juga digelar sidang tuntutan terhadap empat terdakwa yakni Sertu Thomas Desamberis Awi, Sertu Andre Mahoklory, Pratu Poncianus Allan Dadi, dan Pratu Rofinus Sale.

Keempat terdakwa itu dituntut 6 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD, serta hukuman restitusi sebesar Rp544 juta lebih, sehingga masing-masing terdakwa dibebankan Rp136 juta lebih.

Sidang lanjutan dengan agenda pledoi untuk perkara Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Danki A Yonif TP 834/WM Lettu Inf Ahmad Faisal, dan perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan empat terdakwa, diagendakan Rabu (17/12/2025) sore.

Prada Lucky dianiaya seniornya di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere di Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia sempat dirawat di puskesmas kemudian dirujuk ke rumah sakit hingga menghembuskan nafas terakhir pada 6 Agustus 2025.

Sedangkan pola pembinaan keras yang berujung korban tewas itu disebut-sebut berkaitan dengan dugaan penyimpangan seksual (LGBT) yang melibatkan Prada Lucky dan Prada Richard, dan pihak lain di luar institusi TNI.