TANJUNG SELOR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltara menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) penerapan sanksi pidana kerja sosial, seiring akan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada 2026 mendatang.
Penandatanganan juga diikuti perjanjian kerja sama antara Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan pemerintah kabupaten/kota se-Kaltara, Kamis, 18 Desember.
Kerja sama ini turut menggandeng PT Jamkrindo (Jaminan Kredit Indonesia) sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembinaan dan pembiayaan UMKM.
Gubernur Kaltara Zainal A Paliwang mengatakan, MoU ini mengatur koordinasi teknis pelaksanaan pidana kerja sosial, termasuk penyediaan sarana dan lokasi kerja sosial, mekanisme pengawasan dan pembinaan, penyediaan data, hingga sosialisasi kepada masyarakat.
“Skema ini menjadi bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, dengan kejaksaan sebagai eksekutor putusan pengadilan,” kata Gubernur Zainal.
Gubernur menegaskan, penerapan pidana kerja sosial sejalan dengan semangat keadilan restoratif.
“Pendekatan ini menempatkan pemulihan sosial, tanggung jawab pelaku, serta kemanfaatan nyata bagi masyarakat sebagai tujuan utama penegakan hukum,” ujarnya.
“Pidana kerja sosial tidak semata sanksi, tetapi juga sarana edukasi sosial, pembinaan karakter, dan penguatan kepedulian terhadap lingkungan,” sambung dia.
Zainal mengatakan sinergi antara pemerintah daerah dan kejaksaan tidak hanya di tingkat provinsi, tetapi ditindaklanjuti hingga kabupaten/kota bersama Kejari setempat agar implementasi berjalan efektif dan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Sementara itu, Kajati Kaltara Yudi Indra Gunawan mengungkapkan, pidana kerja sosial sebagai konsep pemidanaan baru memerlukan kehati-hatian dalam penerapannya.
“Pidana dalam bentuk apa pun merupakan pembatasan hak kemerdekaan seseorang yang hanya diperbolehkan oleh undang-undang, sehingga harus dilaksanakan secara cermat dan bertanggung jawab,” tegas Yudi.
Tujuan utama penjatuhan pidana kerja sosial, antara lain mengurangi pidana penjara, menekan overkapasitas lembaga pemasyarakatan.
“Serta memberi kesempatan terpidana berinteraksi sosial yang bermanfaat, serta mewujudkan keadilan restoratif dan rehabilitatif yang humanis,” kata dia.
