Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mulai bersikap tegas terhadap para importir pakaian bekas ilegal alias thrifting.
Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebutkan bahwa upaya tersebut belum tentu berimbas langsung terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam jangka pendek.
Menurutnya, meskipun secara positif kebijakan ini menjadi sinyal dukungan pemerintah terhadap industri TPT dalam negeri, dampaknya belum tentu dapat terlihat segera. Ia memandang hal tersebut disebabkan kebijakan yang dilaksanakan membutuhkan periode waktu untuk memastikan hasilnya.
“Kalau kita bicara jangka pendek, kebijakan ini tidak serta merta langsung mendorong industri TPT kemudian berkinerja baik. Karena selayaknya kebijakan yang dilakukan, pemerintah butuh periode waktu sampai bisa terlihat hasilnya,” ujar Yusuf dalam Beritasatu Utama.
Yusuf menjelaskan bahwa kebijakan larangan impor pakaian bekas ini belum dapat dipastikan efektivitasnya berdasarkan data beredarnya produk thrifting di pasaran. Terlebih, produk pakaian bekas saat ini masih tersedia dan bahkan menjadi primadona bagi masyarakat Indonesia.
“Dugaan kami, barang tersebut masih beredar di pasar. Jadi karena masih beredar, permintaan terhadap barang tersebut masih akan terjadi,” katanya.
Kendati demikian, Yusuf memandang kebijakan positif ini dapat dilihat sebagai tindakan serius pemerintah dalam memutus mata rantai penjualan impor pakaian bekas.
Namun, ia mengakui bahwa pemerintah tidak akan menyita produk-produk pakaian bekas dari pasaran, sehingga permintaan konsumen masih akan terus berjalan. “Apalagi tadi disebutkan, pemerintah belum mau menyita produk-produk barang bekas ini. Artinya, masih tetap akan bisa dijual,” tutur Yusuf.
Adapun berbicara mengenai dampak terhadap industri TPT, Yusuf menegaskan bahwa permintaan konsumen yang masih tinggi terhadap thrifting akan menjadi tantangan tersendiri. “Apalagi dalam kondisi ekonomi saat ini, masyarakat masih akan mencari produk thrifting,” jelas Yusuf.
