Pemerintah Minta MK Tolak Gugatan yang Minta Penyakit Kronis Dianggap Disabilitas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Disabilitas yang meminta agar seseorang dengan penyakit kronis dinyatakan sebagai penyandang disabilitas.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Supomo, yang mewakili pemerintah.
“Menolak permohonan pengujian para pemohon untuk seluruhnya atau setidaknya menyatakan permohonan pengujian pemohon tidak dapat diterima,” kata Supomo, dalam sidang perkara nomor 130/PUU-XXIII/2025 yang digelar, Selasa (7/10/2025).
Adapun alasan pemerintah meminta MK menolak permohonan, karena penyakit kronis dinilai bukan sebuah kondisi disabilitas.
Walakin, penyakit kronis bisa menjadi penyebab seseorang menjadi disabilitas karena kecacatannya.
Namun, penderita penyakit kronis tidak bisa langsung dinyatakan disabilitas; perlu ada asesmen klinis yang memberikan keterangan bahwa penyakit tersebut menyebabkan kondisi disabilitas.
“Bahwa penderita penyakit kronis dapat ditetapkan sebagai penyandang disabilitas melalui asesmen klinis yang dilakukan oleh tenaga medis, yaitu dokter,” kata Supomo.
Dia mengatakan, asesmen klinis sejalan dengan Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mengatur.
Atas dasar alasan tersebut, Supomo menyebut orang yang memiliki penyakit kronis yang berdampak pada keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu yang lama bisa dikategorikan sebagai penyandang disabilitas oleh tenaga medis.
“Berdasarkan terang di atas, maka penyakit kronis bukanlah contoh penyandang disabilitas yang dimaknai dalam penjelasan ragam penyandang disabilitas, namun merupakan salah satu penyebab kedisabilitasan,” ucap dia.
“Serta orang dengan penyakit kronis dapat ditetapkan menjadi penyandang disabilitas oleh tenaga medis sesuai dengan kompetensi yang berkaitan dengan kedisabilitasannya,” tutur Supomo lagi.
Atas dasar jawaban tersebut, Supomo menilai, dalil para pemohon menjadi tidak beralasan menurut hukum.
Sebagai informasi, uji materi dengan nomor perkara 130/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh dua penyandang penyakit kronis, Raissa Fatikha dan Deanda Dewindaru.
Mereka mengajukan pengujian Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1), dan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Raissa Fatikha adalah penyintas Thoracic Outlet Syndrome (TOS) selama 10 tahun.
Ia mengalami nyeri berkelanjutan di tangan, pundak, dan dada kanan atas dengan intensitas yang berfluktuasi.
Kondisi ini membatasi fungsi gerak, stamina, dan mobilitas, terutama saat flare-up.
Meski demikian, ia tetap aktif mengedukasi publik melalui platform Ragam Wajah Lara.
Deanda Dewindaru merupakan penyintas penyakit autoimun Guillain-Barré Syndrome, Sjögren’s Disease, dan Inflammatory Bowel Disease selama tiga tahun terakhir.
Deanda mengalami kelelahan kronis dan flare-up yang membatasi stamina serta fungsi gerak.
Ia aktif memberikan edukasi melalui platform Spoonie Story.
Para pemohon menegaskan, kerugian yang mereka alami bersifat nyata dan faktual, khususnya dalam mengakses layanan publik yang menjadi hak istimewa penyandang disabilitas.
Mereka meminta MK untuk memasukkan penyakit kronis sebagai salah satu ragam penyandang disabilitas dalam UU Penyandang Disabilitas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Pemerintah Minta MK Tolak Gugatan yang Minta Penyakit Kronis Dianggap Disabilitas Nasional 7 Oktober 2025
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)