Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) harus memaksa Meta untuk menghapuskan dan membatasi konten-konten pornografi hingga judi online (judol) yang masif di platform media sosialnya, seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook.
“Pemerintah harus memaksa pemilik platform untuk melakukan filtering terhadap konten-konten negatif, termasuk pornografi, judi online, dan lain-lain,” kata Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Dahlia Persadha kepada Beritasatu.com, Senin (9/6/2025).
Menurutnya, Kemenkomdigi tidak bisa memblokir langsung konten-konten yang berada dalam aplikasi tersebut. Namun, jika ada laporan dari masyarakat, maka pemerintah bisa meminta penyedia layanan, seperti WhatsApp untuk menghapusnya.
“Kalau pemerintah blokir langsung tidak akan bisa juga, kenapa? Karena sistem yang dimiliki oleh Kemenkomdigi itu bukan blokir untuk sistem aplikasi, tetapi blokir untuk sistem URL atau sistem IP addres website. Jadi kalau misalnya WhatsApp diblokir, maka akan terblokir semuanya, karena WhatsApp channel ada di dalam aplikasi Whastapp,” ujar Pratama.
Pratama mengatakan Kemenkomdigi dan Polri hanya bisa meningkatkan patroli siber terhadap konten-konten negatif, kemudian meminta penyedia layanan menghapusnya.
“Caranya, adalah Kemenkomdigi bekerja sama dengan Meta, penyedia layanan WhatsApp untuk memblokir channel-channel yang memang melanggar hukum yang ada di negara kita. Menurut saya itu satu-satunya cara,” katanya.
Kemenkomdigi sebenarnya gencar memblokir situs-situs judi online dan pornografi karena keberadaannya memang melanggar hukum. Tetapi, setelah diblokir, orang-orang bisa dengan mudah membuatnya lagi sejauh tak ada pembatasan oleh penyedia layanan.
Pratama menilai untuk menekan penyebaran konten negatif di media sosial tidak bisa hanya dengan memblokir situs atau aplikasi saja, tetapi harus dibarengi dengan penindakan hukum terhadap pelaku. Pembuat saluran dan membernya harus ditangkap.
Ilustrasi link judi online di WhatsApp – (WhatsApp/-)
Menurutnya, aparat bisa melacak pelaku pembuat atau pengguna konten melanggar hukum melalui nomor hand phone yang didaftarkan saat mengunakan WhatsApp atau platform lainnya.
Sedangkan untuk membatasi orang membuat konten negatif di media sosial hanya bisa dilakukan oleh penyedia platform. Mereka sudah diwajibkan mendaftarkan izin aplikasi kepada pemerintah melalui Kemenkomdigi, berdasarkan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
“Artinya Kemenkomdigi harus melakukan koordinasi dengan Meta gitu untuk mengimbau kalau bisa memerintah untuk channel-channel yang berhubungan dengan judi online, pornografi atau informasi-imformasi yang melanggar hukum di Indonesia harus ditutup, enggak ada acara lain. Dan itu yang bisa melakukan hanya si Meta,” jelas Pratama.
Pratama menegaskan pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam memberantas penyebaran konten-konten negatif di media sosial. Butuh peran aktif masyarakat dalam melaporkan jika menemukan saluran berbau pornografi, judol, dan informasi melanggar hukum lainnya.
Tetapi masalahnya banyak masyarakat tidak tahu cara melaporkan. Untuk itu, pemerintah harus menyediakan saluran khusus pengaduan yang lebih mudah dan sederhana, kemudian menjelaskan ke publik cara melaporkan temuan-temuan pelanggaran hukum yang meresahkan di media sosial.
Pemerintah memang berkewajiban mengawasi lalu lintas informasi dan konten yang beredar di media sosial. Namun, kata Pratama, keterbatasan sumber daya, peralatan, dan luasnya dunia maya membuat pengawasan tidak bisa menjangkau semua.
Implementasi Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) menguatkan upaya pemberantasan judi online (judol) yang menyasar anak-anak. – (ANTARA/Iqbal-Perdinan)
Sementara konten-konten negatif yang muncul di media sosial, lanjut dia, mencapai ribuan setiap harinya. Buktinya meski sudah ribuan situs judol diblokir, tetapi sampai detik ini masyarakat masih banyak yang bisa bermain judi daring.
“Begitu yang satu diblokir mereka bisa bikin lagi yang baru. Para penjahat ini melakukan berbagai macam cara supaya mereka bisa menghindari pemblokiran,” ujar Pratama.
Menurutnya, cara yang sering dilakukan pelaku kejahatan siber biasanya mengiklankan situs atau linknya pakai saluran WhatsApp, membuat sistem pengamanan website, dan meretas situs-situs resmi pemerintah, lembaga pendidikan hingga instansi swasta supaya halaman website judinya tetap landing dan bisa diakses.
