Pemerintah Diminta Tetapkan Darurat Bencana Nasional Terkait Banjir-Longsor di Sumatera Nasional 28 November 2025

Pemerintah Diminta Tetapkan Darurat Bencana Nasional Terkait Banjir-Longsor di Sumatera
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 November 2025

Pemerintah Diminta Tetapkan Darurat Bencana Nasional Terkait Banjir-Longsor di Sumatera
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera telah memakan banyak korban.
Hingga Jumat (28/11/2025) sore, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 174 orang meninggal dunia dan 12.546 kepala keluarga (KK) mengungsi.
Melihat tingginya angka korban dan luasnya wilayah terdampak, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah menetapkan
status darurat
bencana nasional.
Peningkatan status dinilai penting untuk mempercepat penanganan dan memobilisasi sumber daya lintas kementerian dan lembaga.
Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengatakan, bencana yang terjadi sudah melampaui kemampuan pemerintah daerah untuk menangani.
“DPR juga mengusulkan ini (status darurat) bencana nasional, tidak lagi bencana kabupaten, tidak bencana provinsi. Cukup luar biasa sebetulnya,” kata Marwan, saat dihubungi, Jumat.
Marwan mengakui banjir di sebagian wilayah memang mulai surut dan cuaca per hari ini sudah membaik.
Namun, masih banyak warga yang belum dapat dievakuasi karena jalan terputus akibat material longsor.
“Ini saya kira kategori bencananya sudah bisa disebut berskala nasional. Kalau sudah berskala nasional, lintas kementerian lembaga ayo sama-sama, karena memang tidak tertangani oleh satu pihak saja,” ucap dia.
Desakan serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda.
Menurut dia, bencana yang meliputi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat telah memenuhi indikator penetapan status bencana nasional.
Indikator yang dimaksud Huda antara lain cakupan wilayah, jumlah korban, kerusakan sarana prasarana, kerugian harta benda, dan dampak sosial ekonomi.
“Kami mendesak agar ada peningkatan status bencana di Pulau Sumatera bagian Utara menjadi bencana nasional,” kata Huda.
“Banjir bandang yang melanda wilayah Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Provinsi NAD sudah layak dinyatakan sebagai bencana nasional,” sambung dia.
Huda menilai, penetapan status nasional akan memudahkan pengerahan anggaran, logistik, personel SAR, dan relawan.
Selain itu, koordinasi antar-lembaga dapat berjalan lebih cepat dan terintegrasi.
“Penetapan status bencana nasional ini juga akan memudahkan proses koordinasi dalam proses tanggapan darurat, rehabilitasi, hingga rekonstruksi,” ujar dia.
Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania menilai, kerusakan ekosistem menjadi pemicu utama meluasnya dampak bencana.
Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh menghindari tanggung jawab dengan berlindung di balik status darurat bencana yang ditetapkan di tingkat pemerintah daerah.
“Jangan sampai pemerintah pusat berlindung di balik istilah ‘bencana daerah’ untuk menghindari tanggung jawab terhadap kegagalan tata kelola lingkungan jangka panjang. Negara harus hadir di garda terdepan,” kata Dini, kepada Kompas.com.
Dini menegaskan, banjir dan longsor di sebagian Pulau Sumatera adalah alarm krisis ekologis akibat pembiaran alih fungsi lahan dan deforestasi kawasan resapan.
“Bencana ini adalah alarm keras tentang krisis ekologis akibat pembiaran alih fungsi lahan dan deforestasi di kawasan resapan,” ucap dia.
Dengan penetapan status darurat bencana nasional, dia menilai Presiden Prabowo Subianto akan memiliki legitimasi politik untuk mengambil langkah korektif terhadap kebijakan yang berpotensi merusak lingkungan.
“Status nasional akan memberikan legitimasi politik kepada Presiden untuk melakukan langkah korektif, seperti audit lingkungan, moratorium izin, hingga penegakan hukum terhadap perusak kawasan hulu yang memicu bencana berulang,” kata Dini.
BNPB mencatat Sumatera Utara menjadi provinsi dengan korban terbanyak.
Kepala BNPB Suharyanto menyampaikan bahwa data terkini yang masih berkembang karena sejumlah wilayah belum dapat dijangkau.
“Untuk seluruh Provinsi Sumatera Utara, korban meninggal dunia ada 116 jiwa, kemudian 42 jiwa masih dalam pencarian,” ujar Suharyanto, dalam konferensi pers daring, Jumat.
Pengungsi di Sumut tercatat mencapai 3.840 KK.
Sementara itu, di Aceh terdapat 35 orang meninggal, 25 orang hilang, dan 8 warga luka-luka.
Wilayah terdampak di Aceh pun masih banyak yang terisolasi.
“Ada beberapa kabupaten/kota yang masih terputus… Ini masih belum bisa tembus,” ujar Suharyanto.
Untuk jumlah pengungsi di Aceh mencapai 4.846 KK.
Di Sumatera Barat, tercatat 23 orang meninggal, 12 orang hilang, dan 4 orang luka-luka.
Pengungsi mencapai 3.900 KK dan banyak berada di Padang Pariaman dan Kota Solok.
“Kalau dibandingkan dengan skala bencananya, misalnya Sumatera Barat sendirian, ya ini sangat-sangat besar dan sangat masif,” kata Suharyanto.
Suharyanto menekankan, upaya pencarian dan pertolongan masih terus dilakukan.
Tim gabungan TNI, Polri, Basarnas, serta relawan terus membuka akses jalan yang masih tertutup longsor untuk menjangkau lokasi terdampak.
BNPB juga memastikan bahwa pendataan akan terus dilakukan hingga seluruh wilayah dapat diakses dan semua korban yang dilaporkan hilang ditemukan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.