Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pemerintah Diminta Kejar Pajak Orang Kaya Dibanding PPN 12 Persen, Potensinya Capai Rp 81,6 T

Pemerintah Diminta Kejar Pajak Orang Kaya Dibanding PPN 12 Persen, Potensinya Capai Rp 81,6 T

Pemerintah Diminta Kejar Pajak Orang Kaya Dibanding PPN 12 Persen, Potensinya Capai Rp 81,6 T
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ekonom dan Direktur Eksekutif CELIOS
Bhima Yudhistira
menilai rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dari sebelumnya 11 persen adalah langkah yang tidak kreatif.
Menurutnya, pemerintah seharusnya fokus pada pengumpulan pajak dari orang kaya yang selama ini belum maksimal.
Bhima menyebut, pemerintah berpotensi mengumpulkan Rp 81,6 triliun dalam sekali penarikan
pajak kekayaan
.
“Cara paling tidak kreatif untuk naikkan pajak adalah mengubah tarif PPN. Padahal pajak kekayaan sekali penerapan bisa mendapat Rp 81,6 triliun. Potensinya jauh melebihi pendapatan dari PPN 12 persen,” kata Bhima kepada
Kompas.com,
Senin (30/12/2024).
Ia menjelaskan, pemerintah tidak mau repot dalam menarik pajak kekayaan dari wajib pajak berpendapatan tinggi.
Hal ini karena prosesnya membutuhkan usaha maksimal, seperti pencocokan data dan penelusuran aset yang disembunyikan hingga ke luar negeri agar terbebas dari pajak.
Bhima beranggapan,
kenaikan PPN
justru merugikan pemerintah.
Ia khawatir jumlah masyarakat kelas menengah akan menurun akibat kebijakan ini.
“Hasil (kenaikan) PPN dari 10 persen jadi 11 persen sebelumnya, kan rasio pajak juga tidak naik signifikan. Pemerintah tidak mau susah dan tidak mau repot mengeluarkan
kebijakan pajak
kekayaan,” ucap Bhima.
Lebih lanjut, Bhima menilai pemerintah tidak perlu memberlakukan pengampunan pajak (
tax amnesty
) lagi.
Pengampunan pajak diberikan dalam dua jilid agar wajib pajak mau mendeklarasikan hartanya tanpa dikenai denda.
Ia menekankan bahwa pemerintah perlu memperbaiki kebijakan pajak daripada memberikan pengampunan.
“Di negara yang jadi anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) saja, kepatuhan pajak terus dikejar, sampai menutup kebocoran transaksi lintas negara (BEPS).
Tax amnesty
tidak perlu diberlakukan lagi. Cukup telusuri kepatuhan dan kesesuaian data aset dari tax amnesty kemarin untuk basis data pajak kekayaan,” ujarnya.
Sebelumnya, rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025, mendapat penolakan luas dari masyarakat.
Penolakan ini muncul melalui petisi di media sosial dan aksi demonstrasi.
Kebijakan ini diprediksi akan memicu lonjakan harga barang dan jasa, yang berpotensi mengubah pola konsumsi masyarakat.
Banyak yang khawatir bahwa PPN yang lebih tinggi akan memberikan efek domino yang merugikan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.