Pemerintah Didesak Segera Tunjuk Dubes RI di AS Hadapi Kebijakan Migrasi Trump

Pemerintah Didesak Segera Tunjuk Dubes RI di AS Hadapi Kebijakan Migrasi Trump

Pemerintah Didesak Segera Tunjuk Dubes RI di AS Hadapi Kebijakan Migrasi Trump
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan mendesak pemerintah segera menunjuk Duta Besar Republik Indonesia (RI) di Amerika Serikat (AS).
Permintaan ini muncul menyusul kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden AS
Donald Trump
, terutama terkait keimigrasian yang mengancam deportasi bagi imigran, pencari suaka, dan pengungsi.
Baru-baru ini, dua warga negara Indonesia (WNI) berinisial ESS (53) dan CT (48) ditangkap oleh otoritas imigrasi federal AS, yaitu Department of Homeland Security (DHS) dan Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), terkait masalah izin tinggal.
Meskipun keduanya sedang dalam proses pengajuan perubahan status untuk mendapatkan
green card
, mereka tetap menjadi sasaran penegakan hukum.
“Kita mendorong pemerintah segera menetapkan dubes untuk memimpin semua program-program dalam menyikapi keputusan-keputusan drastis Trump,” kata Junico, dalam keterangan persnya, Jumat (13/6/2025).
Junico menilai, penangkapan kedua WNI tersebut mencerminkan lemahnya sistem perlindungan dan pengawasan terhadap diaspora Indonesia.
Ia menilai, pemerintah lebih fokus pada migran legal, sementara banyak kasus WNI yang bermigrasi secara nonformal membutuhkan perhatian yang lebih serius.
Diketahui, ESS ditangkap karena berstatus ilegal dan CT ditangkap karena memiliki catatan pelanggaran narkotika dan illegal entry. KJRI Los Angeles saat ini sedang berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk akses pendampingan kekonsuleran bagi kedua WNI tersebut.
“Ini harus menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk meningkatkan perlindungan atau sistem proteksi bagi diaspora kita yang ada di sana,” tambah Junico.
Ia beranggapan, pelindungan diperlukan lantaran deportasi Trump dilakukan dengan bantuan militer, yang membuat pelecehan terhadap WNI berpotensi meningkat.
Terlebih, retorika anti-imigran menguat diiringi dengan pengetatan perbatasan yang agresif.
“Kondisi di Amerika Serikat sekarang cukup mengkhawatirkan, terutama bagi para migran. Ketiadaan sistem data terpadu lintas kementerian memperparah situasi karena sulit untuk melakukan pelacakan dan pencegahan. Apapun itu, kita dorong Kementerian Luar Negeri untuk mendampingi WNI yang ditahan,” tegas Nico.
Untuk diketahui, kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump telah memicu gelombang protes publik yang berujung pada kerusuhan dan ketegangan sosial di sejumlah negara bagian di AS.
Setidaknya, ada 21 kebijakan yang dikeluarkan Trump untuk membersihkan AS dari migral ilegal.
Kebijakan itu, di antaranya memberi wewenang kepada otoritas keamanan untuk menangkap terduga migran ilegal secara aktif.
Dengan kebijakan ini, migran yang bermasalah secara hukum bisa ditangkap di mana saja, termasuk di tempat-tempat umum seperti gereja, sekolah, rumah sakit, atau pengadilan.
Kebijakan lain yang krusial ialah penghapusan kewarganegaraan otomatis bagi bayi-bayi yang lahir di AS.
Sebelumnya, bayi-bayi yang lahir dari ibu yang hanya tinggal secara ilegal atau hanya sementara di AS otomatis menjadi warga negara AS. Begitu pula jika ayah mereka bukan warga negara AS.
Trump juga memerintahkan ICE menghentikan semua proses pengajuan imigrasi dan permintaan suaka serta memperkuat pengawasan perbatasan AS dan Meksiko yang kerap jadi pintu masuk imigran ilegal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.