Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai target kontribusi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 20% dapat dicapai tahun ini jika pemerintah serius mengurangi porsi impor tekstil dan produk tekstil (TPT).
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan selama ini masalah utama industri manufaktur, khususnya TPT yakni persaingan adil di pasar domestik. Pasalnya, produk impor murah banyak mengambil peluang pasar produsen lokal.
“Kotribusi manufaktur terhadap PDB hanya 20% itu sangat mudah kalau pemerintah secara serius menghentikan importasi ilegal dan mengurangi kuota impornya,” kata Redma kepada Bisnis.com, Minggu (21/9/2025).
Dia menuturkan bahwa ketersediaan pasar domestik makin menipis potensinya karena lebih banyak diambil importir ilegal maupun legal tetapi dengan harga murah.
Hal ini pun terlihat dari data BPS yang juga menunjukkan impor benang dan kain terus meningkat. Pada 2016, impor komoditas tersebut hanya berkisar 230.000 ton untuk benang dan 724.000 ton untuk kain.
Namun, pada 2024, impor benang tercatat mencapai 462.000 ton dan impor kain mencapai 939.000 ton. Kondisi ini mencerminkan adanya indikasi disintegrasi industri, utamanya sektor TPT dalam negeri.
Menurut Redma, tantangan perang dagang dan geopolitik global yang menekan kinerja ekspor bisa dengan mudah diantisipasi jika pasar domestik bisa menjadi jaminan.
“Tapi kalau pemerintah maunya kita bertarung bebas dengan barang impor dumping dan ilegal, pemerintah harus kasih insentif yang bisa langsung menurunkan biaya produksi setara 40%, jadi persaingannya equal [setara],” ujarnya.
Dalam hal ini, dia menyoroti kebutuhan efisiensi ongkos produksi dari sisi beban energi, pajak dan beban bunga. Sementara dari segi upah perlu dijaga untuk mengungkit daya beli.
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto menargetkan kontribusi manufaktur terhadap PDB mencapai 20,8% pada 2025. Angka tersebut naik dibanding baseline 2024 yang sebesar 18,98%.
Adapun, peningkatan target tersebut sebagaimana tertuang dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025.
Dokumen ini menjadi pedoman pembangunan nasional di tahun pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Data BPS menunjukkan kontribusi industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 18,67% (year on year/YoY) pada kuartal II/2025. Namun, angka tersebut turun dari kuartal sebelumnya yakni 19,25% yoy.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan kuartal II/2024 yang mencapai 18,52% yoy, kontribusi periode kuartal kedua tahun ini masih lebih tinggi.
