Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah membuka peluang melanjutkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$6 per MMbtu untuk industri yang sedianya akan berakhir pada 2024.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Eko Harjanto menjelaskan bahwa pertimbangan perpanjangan HGBT saat ini sedang menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Pertimbangan HGBT diperpanjang untuk mendorong daya saing industri dalam negeri, khususnya industri petrokimia. Sebelum berakhir pemerintahan yang lalu, BPKP sudah diminta segera mengaudit,” ujar Eko dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum: Dukungan Pemerintah Baru Genjot Manufaktur Petrokimia, dikutip Sabtu (23/11/2024).
Adapun, kebijakan HGBT dirilis sejak medio 2020. Saat ini, terdapat tujuh sektor industri penerima manfaat, yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Namun, pihak Kementerian Perindustrian masih membuka peluang sektor industri penerima HGBT bisa diperluas.
Khusus dalam konteks pengembangan industri petrokimia, HGBT diperlukan demi mengatasi salah satu kelemahan Indonesia yang terbilang kurang kompetitif dari sisi biaya utilitas. Bukan hanya gas, biaya listrik dan air pun sama.
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) teranyar, tampak bahwa sektor industri petrokimia merupakan penikmat HGBT terbanyak nomor tiga, yaitu 64 perusahaan. Adapun, industri keramik menjadi yang paling banyak dengan 81 perusahaan, disusul industri baja sebanyak 71 perusahaan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono membenarkan bahwa secara umum tingkat harga produk Indonesia cukup dapat bersaing. Namun, porsi biaya overhead dan interest terbilang tinggi ketimbang negara produsen petrokimia hulu lain.
“Sebenarnya Indonesia sudah lumayan bisa bersaing, tapi kalau nanti diganggu dengan harga gas yang lebih tinggi, tentu sulit untuk bisa berkompetisi,” jelasnya.