TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah sektor yang menjadi bahan dan jasa pokok masyarakat tak kena imbas kenaikan tarif PPN 12 persen yang akan mulai berlaku Januari 2025 mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau kebutuhan pokok penting lainnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020.
“Tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting yang rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Bahan pokok ini justru diberikan fasilitas bebas PPN,” kata Airlangga Hartarto, Rabu (18/12/2024).
Adapun kebutuhan pokok masyarakat yang dimaksud di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi sampai pada sektor jasa penting.
“Termasuk jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air,” tutur Airlangga.
Bahkan, kata Airlangga, pemerintah juga memiliki sejumlah kebijakan baru yang dapat mengantisipasi dan menjaga kesejahteraan masyarakat yakni berupa diskop tarif listrik hingga 50 persen per 1 Januari 2025.
“Khususnya untuk pelanggan listrik di bawah 2.200 Volt Amphere (VA), seperti 1.300 VA, 900 Va. Diskon tarif listrik 50 persen diberikan selama 2 bulan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga,” tutur Airlangga.
PPN 12 Persen untuk Barang Mewah
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan kebijakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang berlaku mulai 2025 nanti akan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, namun bersifat selektif, yaitu hanya untuk barang mewah.
Hal itu disampaikannya dalam pernyataannya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
Ia mengatakan, kenaikan PPN ini hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sementara perlindungan terhadap rakyat tetap menjadi prioritas pemerintah.
“PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.
Prabowo mengatakan bahwa sesungguhnya sejak akhir tahun 2023, pemerintah tidak memungut PPN secara penuh terhadap barang-barang yang seharusnya dikenakan pajak.
Hal ini adalah bentuk upaya keberpihakan kepada masyarakat, terutama kalangan bawah.
“Untuk rakyat yang lain, kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil. Jadi kalaupun naik, itu hanya untuk barang mewah,” ujarnya.
Seperti diketahui, ketentuan PPN 12 persen diperintahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun usai bertemu dengan Prabowo di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12), bersama unsur DPR lainnya, mengatakan adanya usulan penghitungan PPN dengan tarif berbeda, di mana barang-barang, seperti kebutuhan pokok, kemungkinan dikenakan pajak lebih rendah.
Ia menegaskan bahwa barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN, sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.
“PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025 tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif kepada beberapa komoditas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah sehingga pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun.
Lebih lanjut, Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah juga berencana untuk menerapkan struktur PPN yang tidak seragam. Meski demikian, kebijakan tersebut saat ini masih dilakukan pengkajian mendalam.
“Ini nanti akan masih dipelajari. Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN,” ungkap Misbakhun.