Liputan6.com, Jakarta Hingga 31 Oktober 2024, penerimaan pajak Indonesia tercatat mencapai Rp 1.517,53 triliun, atau hanya 76,3% dari target yang ditetapkan untuk tahun ini. Dengan waktu yang semakin terbatas menjelang akhir tahun, tampaknya sulit untuk mencapai target penerimaan pajak secara keseluruhan. Kondisi ini menunjukkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan anggaran negara, khususnya dalam mendukung pendanaan berbagai program yang vital bagi masyarakat.
Di sisi lain, negara membutuhkan penerimaan pajak untuk membiayai berbagai program yang manfaatnya dikembalikan ke rakyat. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun ada penyesuaian tarif PPN, negara tetap memastikan bahwa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetap bebas dari PPN antara lain: beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas; dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Selain barang barang diatas, semuanya dikenakan PPN menjadi 12%, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas. Hal ini bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.
Namun, jika dalam kenaikan PPN hanya PPNBM saja yang dinaikkan, maka tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025 sesuai UU APBN 2025. sebab PPNBM rata – rata saja sejak 2013 – 2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2%, hanya 1,3% (PPnBM dalam negeri + PPnBM Impor).