Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pembeli Terlanjur Kena PPN 12% Bisa Minta Kembalian, Ini Aturannya

Pembeli Terlanjur Kena PPN 12% Bisa Minta Kembalian, Ini Aturannya

Jakarta

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan para pembeli barang atau jasa nonmewah yang sudah terlanjur kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% bisa minta dikembalikan. Hal ini seiring penetapan PPN 12% yang hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan kelebihan pemungutan PPN yang timbul akibat penerapan PPN 12% bisa diminta oleh pembeli kepada penjual. Atas permintaan tersebut, pengusaha kena pajak (PKP) penjual melakukan pergantian faktur pajak.

“Dalam hal terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1% dari yang seharusnya 11% namun telanjur dipungut sebesar 12%, pembeli dapat meminta pengembalian kelebihan pemungutan PPN sebesar 1% kepada penjual. Atas permintaan pengembalian kelebihan PPN tersebut, PKP penjual melakukan penggantian Faktur Pajak,” kata Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Minggu (5/1/2025).

Pada jauh-jauh hari pemerintah menyatakan PPN 12% tetap berlaku mulai 1 Januari 2025. Hanya saja pada 31 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah dan jasa mewah yang selama ini sudah menjadi objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Untuk BKP/JKP nonmewah, tarif PPN yang berlaku tetap 12%, hanya saja DPP yang digunakan dalam menghitung PPN atas BKP/JKP tidak mewah adalah DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual atau penggantian. Dengan demikian tarif efektif PPN atas BKP/JKP tidak mewah yang ditanggung masyarakat tetap sebesar 11%.

DJP telah menerbitkan petunjuk teknis pembuatan Faktur Pajak dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang menjadi landasan bagi pemerintah untuk membatasi pemberlakuan tarif PPN 12% hanya untuk barang mewah dan jasa mewah. Petunjuk teknis tersebut tertuang dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2025 tanggal 3 Januari 2025.

Dwi Astuti menyebut aturan itu ditetapkan guna memenuhi kebutuhan pelaku usaha yang membutuhkan waktu untuk menyesuaikan sistem administrasi penerbitan Faktur Pajak.

“Untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha tersebut, telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 tanggal 3 Januari 2025 yang intinya memberikan masa transisi selama 3 bulan yaitu sejak 1 Januari 2025 sampai 31 Maret 2025,” kata Dwi Astuti.

(kil/kil)