Pembangunan IKN dan Celah Besar yang Terabaikan: Faktor Migrasi
PNS Tubel
SELAIN
fokus pada pembangunan infrastruktur Ibu Kota Nusantara (
IKN
), pemerintah juga harus menyusun strategi bagaimana mendorong orang untuk mau tinggal di sana.
Tanpa dukungan pasokan tenaga kerja dan populasi yang memadai, IKN bisa menjadi kota mati. IKN terancam hanya menjadi pusat administrasi semata, bukan motor penggerak transformasi ekonomi sebagaimana yang dicita-citakan pemerintah.
Sayangnya, kepercayaan publik terhadap prospek masa depan IKN sejauh ini masih cenderung skeptis.
Survei Indonesia Political Opinion (IPO) dan ISEAS–Yusof Ishak Institute pada 2022 menunjukkan bahwa meskipun
public awareness
terhadap IKN cukup tinggi, banyak yang masih meragukan kesuksesan IKN dan mempertanyakan kelayakan ekonomi, dampak sosial, dan ketahanan jangka panjang proyek tersebut.
Keraguan itu diperkuat survei Kurious–Katadata Insight Center pada 2023 yang mencatat 51,8 persen responden pesimistis IKN akan siap huni sesuai jadwal yang ditetapkan pemerintah.
Situasi semakin parah setelah Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN yang saat itu dijabat Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, secara mendadak mengundurkan diri pada Juni 2024.
Kejadian ini menambah deretan pertanyaan publik terkait kepemimpinan dan arah kebijakan proyek IKN ke depan.
Keraguan publik terhadap IKN bukan tanpa dasar. Di berbagai negara, proyek pembangunan ibu kota baru kerap berujung pada kegagalan menarik
migrasi
penduduk, meskipun telah digelontorkan anggaran besar.
Naypyidaw di Myanmar, misalnya, masih sepi penduduk sejak ditetapkan sebagai ibu kota pada 2005. Jalan-jalan lebarnya jarang dilalui, gedung-gedung megah tampak kosong, sementara banyak pegawai pemerintah memilih tetap tinggal di Yangon.
Putrajaya di Malaysia menghadapi tantangan serupa—pembangunan ambisius tidak diiringi dengan minat warga untuk menetap.
Sementara itu, Canberra di Australia, meski telah berfungsi penuh sebagai ibu kota, membutuhkan waktu puluhan tahun untuk benar-benar diterima secara luas oleh masyarakat.
The lesson is clear
: pembangunan infrastruktur fisik saja tidak cukup untuk menarik migrasi penduduk. Pemerintah harus bisa memahami apa yang mendorong orang untuk pindah dan apa yang bisa membuat mereka bertahan.
Teori-teori migrasi klasik menyatakan bahwa orang cenderung berpindah dalam jarak yang relatif pendek. Perpindahan ini umumnya dipengaruhi kombinasi faktor “push” dan “pull”.
Faktor “push” mencakup kemiskinan, keterbatasan fasilitas, serta kondisi keamanan yang buruk.
Sementara itu, ketersediaan lapangan pekerjaan dan akses terhadap hunian yang layak menjadi daya tarik utama atau faktor “pull” bagi para migran.
Berbagai pendekatan model kotemporer beranggapan bahwa ada faktor-faktor lain yang memengaruhi migrasi selain rasionalitas ekonomi individu.
Keputusan migrasi seringkali diambil secara kolektif oleh rumah tangga atau komunitas, bukan hanya oleh individu.
Jaringan sosial, kualitas pemerintahan,
institutional trust
, dan aspirasi individu juga memainkan peranan penting dalam keputusan untuk berpindah.
Migran tidak semata-mata mencari keuntungan ekonomi. Mereka juga mencari stabilitas, rasa memiliki, dan menjadi bagian dari komunitas.
Sejumlah studi tentang migrasi di Indonesia turut mendukung pandangan tersebut. Studi oleh Hakim, Nachrowi, dan Wisana (2022) menekankan pentingnya fasilitas umum (
public amenities
) dalam menentukan pola migrasi.
Banyak orang lebih memilih pindah ke wilayah dengan layanan sosial yang memadai, meskipun insentif ekonominya relatif lebih kecil.
Sementara itu, Pardede, McCann, dan Venhorst (2020) menegaskan bahwa infrastruktur fisik saja tidak cukup. Kepercayaan terhadap institusi dan stabilitas wilayah menjadi prasyarat penting untuk mendorong pertumbuhan populasi secara berkelanjutan.
Berbagai faktor yang memengaruhi migrasi tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk merumuskan strategi agar IKN tumbuh menjadi kota yang diminati dan dihuni oleh masyarakat luas.
Langkah pertama adalah meningkatkan aksesibilitas. Letak IKN yang cukup jauh dari pusat ekonomi dan sosial di Pulau Jawa menjadikan konektivitas sebagai faktor kunci.
Pemerintah perlu memastikan ketersediaan transportasi jalur udara yang terjangkau, berfrekuensi tinggi, dan terintegrasi sejak tahap awal pengembangan.
Kedua, pembangunan infrastruktur sosial.
Migrasi
kerap dipengaruhi faktor kedekatan sosial. Banyak orang pindah jika ada keluarga atau rekan yang turut serta.
Karena itu, pemerintah perlu mendorong perpindahan secara kolektif, memfasilitasi relokasi keluarga dan kelompok, serta membangun ekosistem sosial seperti komunitas, tempat ibadah dan ruang interaksi warga.
Selanjutnya, insentif relokasi harus dirancang secara jelas dan menyeluruh. Bukan hanya ditujukan bagi aparatur sipil negara, tetapi juga mencakup pekerja swasta, pelaku usaha dan kalangan profesional.
Kelompok inilah yang akan menjadi fondasi awal pembentukan ekosistem dan ekonomi di IKN.
Fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, dan transportasi umum harus tersedia dan berfungsi dengan baik.
Berbagai layanan dasar sudah harus operasional dan fungsional sejak hari pertama relokasi, tidak hanya menjadi janji atau rencana jangka panjang.
Yang paling krusial adalah memulihkan kepercayaan publik. Sebagian masyarakat masih melihat IKN sebagai proyek politik yang masih belum jelas keberlanjutannya.
Untuk itu, pemerintah perlu menyusun strategi komunikasi yang solid dan terbuka. Bukan sekadar menyampaikan janji, tetapi juga menyuguhkan informasi rutin dan faktual tentang kemajuan pembangunan serta arah kebijakan secara konsisten.
Jika berbagai aspek ini diabaikan, IKN berisiko menjadi kota megah yang dibangun dengan biaya tinggi, tapi sepi.
Sebuah proyek ambisius yang hanya akan menjadi simbol tanpa fungsi, membebani anggaran negara tanpa memberi kontribusi nyata bagi perekonomian nasional.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Pembangunan IKN dan Celah Besar yang Terabaikan: Faktor Migrasi Nasional 8 April 2025
/data/photo/2025/02/15/67b0497296c2d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)