Yogyakarta, Beritasatu.com – Pembangunan identitas nasional Indonesia harus berdasarkan warisan peradaban yang kaya, bukan semata-mata dari narasi sejarah penjajahan. Hal itu disampaikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam Seminar Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) di Yogyakarta.
“Kita ini berasal dari peradaban yang sangat tua dan kaya. Mindset kita harus diubah. Indonesia bukan hanya bangsa yang pernah dijajah, tetapi bangsa besar dengan warisan sejarah luar biasa,” ujar Fadli Zon.
Sejak berdirinya Kementerian Kebudayaan sebagai institusi mandiri era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah kini memiliki lembaga khusus untuk memajukan kebudayaan nasional. Kementerian ini memiliki tiga direktorat jenderal, yaitu pelindungan kebudayaan dan tradisi, diplomasi, promosi, dan kerja sama kebudayaan, serta pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.
Fadli Zon menegaskan kementeriannya akan mewujudkan amanat Pasal 32 ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan negara harus memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia.
Salah satu isu utama yang diangkat dalam seminar ini adalah minimnya jumlah cagar budaya nasional yang diakui secara resmi. Saat ini, hanya terdapat 228 cagar budaya nasional. Padahal objek yang diduga sebagai cagar budaya mencapai 48.731 situs.
Sebagai contoh, Aceh, yang kaya akan warisan sejarah, baru memiliki satu situs yang diakui sebagai cagar budaya nasional. Kendala utama adalah birokrasi yang berbelit, yaitu pengajuan situs cagar budaya harus melalui tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.
“”Saya tidak tahu bottleneck-nya di mana, tetapi kalau ada political will, semua bisa diselesaikan lebih cepat,” tegas Fadli Zon.
Sebagai contoh, ia menyebut proses yang macet bertahun-tahun di Banten Lama akhirnya bisa diselesaikan hanya dalam waktu tiga hari setelah ada koordinasi yang efektif dengan pemerintah daerah.
Untuk mengatasi masalah ini, Fadli Zon mengusulkan kolaborasi dengan IAAI untuk memperkuat tenaga ahli cagar budaya di tingkat daerah. Selain itu, mekanisme percepatan penetapan cagar budaya, agar dalam kondisi tertentu, situs bisa langsung diakui tanpa proses panjang di daerah sehingga pembangunan identitas nasional Indonesia dapat berdasarkan warisan peradaban.
Selain pengakuan situs dalam negeri, Fadli Zon menegaskan pentingnya repatriasi benda-benda bersejarah Indonesia yang kini berada di luar negeri. “Repatriasi bukan hanya soal membawa pulang artefak, tetapi juga menyusun ulang narasi sejarah kita di museum-museum Indonesia,” katanya.
Saat ini, pemerintah telah memulai upaya repatriasi dengan Belanda dan akan memperluas kerja sama dengan Inggris, Jerman, India, dan Amerika Serikat.
Namun, ada masalah besar yang harus segera diselesaikan, yaitu pendataan museum nasional yang masih kacau. Ada yang menyebut jumlah koleksi mencapai 100.000 hingga 200.000 item.
Selain itu, kurangnya pengembangan museum terbuka (open air museum) di situs-situs cagar budaya. Fadli Zon mencontohkan situs Gunung Padang di Cianjur, yang masih menjadi perdebatan akademis, tetapi berpotensi besar dalam rekonstruksi sejarah Indonesia.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan perubahan mindset adalah kunci dalam membangun kebanggaan nasional. Menurut dia, Indonesia harus dikenal sebagai bangsa dengan peradaban besar, bukan hanya bangsa yang pernah dijajah.
Selain itu, percepatan pengakuan cagar budaya harus dilakukan dengan menghapus birokrasi yang berbelit. Kemudian, repatriasi benda bersejarah harus diiringi dengan reformasi museum nasional.
“Tugas kita adalah memastikan kebudayaan bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga kekuatan untuk masa depan. Jika kita membangun identitas dari warisan peradaban kita sendiri, maka kita akan menjadi bangsa yang lebih percaya diri dan berdaulat,” pungkas Fadli Zon terkait pembangunan identitas nasional Indonesia harus berdasarkan warisan peradaban.
