Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pemagaran Laut di Tangerang: Ancaman bagi Ekologi dan Warga Pesisir Nasional 14 Januari 2025

Pemagaran Laut di Tangerang: Ancaman bagi Ekologi dan Warga Pesisir
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Januari 2025

Pemagaran Laut di Tangerang: Ancaman bagi Ekologi dan Warga Pesisir
Pengamat Dunia Maritim
PEMAGARAN
laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, telah menjadi perdebatan yang memanas terkait tata kelola ruang laut.
Tindakan ini tidak hanya menyulut konflik kepentingan antara publik dan privat, tetapi juga mengancam keseimbangan ekologi serta kehidupan masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada sumber daya laut.
Sebagai bagian dari wilayah yang seharusnya menjadi milik bersama, tentu saja langkah ini mengundang kekhawatiran terhadap keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat yang terpinggirkan.
Konflik kepentingan antara pihak swasta yang mengejar keuntungan ekonomi dan masyarakat pesisir yang membutuhkan akses terhadap laut, menjadi salah satu persoalan utama.
Pemagaran ini telah mengubah fungsi ruang laut menjadi zona eksklusif, yang membatasi aktivitas tradisional seperti penangkapan ikan dan pengumpulan hasil laut.
Ketimpangan ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap hak masyarakat lokal dalam tata kelola pesisir.
Selain itu, pemagaran tersebut mengindikasikan kurangnya pengawasan regulasi yang seharusnya menjamin keadilan akses dan pemanfaatan sumber daya alam.
Dari sudut pandang ekologi, pemagaran laut di Tangerang juga membawa risiko yang serius. Ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove dan terumbu karang, berperan penting sebagai habitat alami bagi berbagai spesies laut sekaligus sebagai pelindung alami dari bencana alam.
Dengan adanya pembatasan akses dan perubahan fungsi wilayah, ekosistem ini rentan terhadap degradasi.
Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh keanekaragaman hayati, tetapi juga oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada laut sebagai sumber penghidupan.
Pemagaran laut yang struktur pagarnya terbuat dari bambu, paranet, dan pemberat pasir tidak hanya menjadi penghalang fisik, tetapi juga mengganggu habitat laut.
Habitat pesisir yang seharusnya mendukung kehidupan berbagai spesies kini terancam kehilangan fungsi alaminya.
Keanekaragaman hayati yang merupakan penopang utama ekosistem laut, dapat terganggu akibat perubahan kondisi lingkungan yang disebabkan aktivitas tersebut.
Laut adalah elemen ekologi yang sangat kaya, menyediakan habitat penting bagi berbagai spesies laut dan berfungsi sebagai penyeimbang lingkungan.
Oleh karena itu, pemagaran laut ini dapat memengaruhi aliran air laut, yang memainkan peran vital dalam menjaga kestabilan ekosistem pantai.
Ketidakseimbangan ini berpotensi menyebabkan kerusakan jangka panjang, tidak hanya pada keanekaragaman hayati, tetapi juga pada produktivitas perikanan yang menjadi mata pencaharian masyarakat pesisir.
Selain kerusakan ekologis, pemagaran laut juga mencerminkan kurangnya keadilan ekologis. Masyarakat lokal yang paling bergantung pada sumber daya laut sering kali menjadi pihak paling terdampak.
Dengan terganggunya habitat laut, hasil tangkapan ikan yang menjadi sumber penghidupan mereka menurun drastis.
Maka ketimpangan ini dapat memperlihatkan bagaimana kepentingan ekonomi sesaat –dapat mengorbankan hak-hak masyarakat pesisir serta keberlanjutan lingkungan yang seharusnya dilindungi.
Pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang jelaslah membawa dampak besar terhadap masyarakat nelayan tradisional –yang bergantung pada wilayah tangkap di kawasan tersebut.
Secara sosial, tindakan ini memperlihatkan konflik antara kepentingan publik dan privat yang berujung pada kerugian bagi masyarakat kecil.
Nelayan yang sebelumnya dengan mudah mengakses wilayah tangkap, kini harus menghadapi kendala berupa jarak yang lebih jauh untuk menangkap ikan.
Situasi ini memperumit kehidupan mereka, terutama karena sebagian besar nelayan memiliki keterbatasan modal dan teknologi.
Dari itu dampak ekonomi pemagaran ini juga tidak kalah serius. Dengan harus menempuh jarak lebih jauh untuk menangkap ikan, nelayan tradisional menghadapi peningkatan biaya operasional, seperti bahan bakar dan perawatan kapal. Hal ini langsung berpengaruh pada produktivitas dan pendapatan mereka.
Di wilayah pesisir Tangerang, terdapat sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya ikan yang terdampak langsung pemagaran ini.
Kehilangan akses terhadap sumber daya laut telah mengurangi pendapatan mereka secara signifikan, memperburuk kesejahteraan masyarakat pesisir.
Tidak hanya itu, pemagaran laut juga mengancam keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir secara keseluruhan.
Ketergantungan mereka pada sumber daya laut menjadikan aktivitas ekonomi mereka sangat rentan terhadap intervensi seperti pemagaran.
Berkurangnya hasil tangkapan ikan bukan hanya mengurangi pendapatan individu, tetapi juga memengaruhi rantai ekonomi lokal, termasuk pedagang ikan, pengolah hasil laut, hingga sektor jasa terkait.
Pemagaran laut di Tangerang menjadi cerminan nyata dari dampak buruk konflik kepentingan publik dan privat terhadap kelompok rentan.
Keputusan yang tidak mempertimbangkan kebutuhan masyarakat pesisir dapat memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, langkah-langkah konkret harus segera diambil untuk memulihkan akses nelayan terhadap sumber daya laut dan menciptakan kebijakan yang berkeadilan bagi semua pihak.
Pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang tidak hanya menjadi isu sosial dan lingkungan, tetapi juga mencerminkan pelanggaran serius terhadap peraturan hukum yang berlaku.
Secara hukum, aktivitas ini melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Tata Ruang Laut.
Dan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, di sana diatur tentang pembongkaran bangunan dan instalasi di laut.
Pelanggaran terhadap regulasi ini menunjukkan bagaimana aturan yang dirancang untuk melindungi wilayah pesisir kerap kali diabaikan demi kepentingan tertentu.
Lemahnya penegakan hukum dalam kasus ini menjadi sorotan utama. Regulasi yang seharusnya menjaga keadilan dan keberlanjutan di wilayah pesisir tampak tidak mampu menghentikan aktivitas ilegal seperti pemagaran laut.
Kasus ini juga mengungkap minimnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan.
Pesisir dan laut adalah aset berharga yang tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga fungsi ekologis yang vital. Sayangnya, kurangnya edukasi dan partisipasi masyarakat serta lemahnya komitmen para pemangku kepentingan.
Pemagaran laut di Tangerang itu menjadi pengingat bahwa pelanggaran dan lemahnya penegakan hukum memiliki dampak yang luas, tidak hanya terhadap lingkungan, tetapi juga terhadap masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut.
Kasus pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang mengungkap pula bahwa adanya ketidakjelasan dalam tata kelola proyek yang memanfaatkan ruang laut.
Ketidaktransparanan ini terlihat dari belum jelasnya tujuan akhir pemagaran tersebut –meskipun tim investigasi gabungan telah mencoba mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat.
Ketidakpastian ini memunculkan berbagai spekulasi, termasuk kemungkinan bahwa proyek ini merupakan bagian dari rencana reklamasi yang belum terkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat.
Hal ini menjadi catatan penting bagi tata kelola ruang laut di Indonesia yang seharusnya mengedepankan prinsip transparansi.
Jika pemagaran laut ini terkait dengan rencana reklamasi, maka transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama.
Reklamasi adalah proses kompleks dan memiliki dampak besar terhadap ekosistem serta masyarakat pesisir.
Oleh karena itu, pemerintah harus menjamin bahwa setiap langkah dalam proses reklamasi dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat ekologis yang ketat.
Kegagalan untuk transparan hanya akan memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan wilayah pesisir.
Dalam kasus ini, minimnya keterlibatan masyarakat pesisir menunjukkan adanya kesenjangan komunikasi antara pemerintah dan komunitas lokal.
Padahal, masyarakat yang tinggal dan bergantung pada wilayah pesisir memiliki pengetahuan lokal yang dapat membantu mengidentifikasi potensi dampak lingkungan dan sosial dari proyek seperti pemagaran atau reklamasi.
Melibatkan mereka tidak hanya akan meningkatkan kualitas keputusan, tetapi juga memperkuat rasa keadilan dalam proses pengelolaan sumber daya laut.
Selain masyarakat, keahlian ilmiah juga harus menjadi bagian integral dari setiap proyek yang berdampak pada ruang laut.
Keterlibatan ahli oseanografi, biologi laut, dan ekologi penting untuk memastikan bahwa dampak negatif terhadap ekosistem dapat diminimalkan.
Pendekatan berbasis ilmu pengetahuan ini tidak hanya akan mendukung keberlanjutan ekosistem pesisir, tetapi juga menciptakan kerangka kebijakan yang lebih kokoh dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini menegaskan pentingnya pengelolaan berbasis data yang transparan dan inklusif.
Pemerintah harus segera mengambil langkah untuk meningkatkan akuntabilitas dalam setiap proyek pengelolaan ruang laut, termasuk memastikan keterlibatan aktif masyarakat dan ahli dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan.
Dengan cara ini, keberlanjutan ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan beriringan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.