Pegawai Basarnas Terus Ngaku Lupa, Hakim Ingatkan Ancaman Pidana
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengingatkan pegawai Badan Sar Nasional (
Basarnas
), Kundori, bahwa saksi yang memberikan keterangan palsu di
persidangan
dapat ditangkap.
Peringatan ini disampaikan hakim anggota Alfis Setyawan ketika mencecar Kundori yang dihadirkan sebagai saksi dalam dugaan
korupsi
pengadaan truk angkut personel 4WD dan
rescue carrier vehicle
(RCV) di Basarnas tahun anggaran 2014, pada Kamis (16/1/2025).
Dalam persidangan itu, Kundori terus-menerus berkelit, mengaku lupa, hingga membantah keterangannya sendiri terkait pokok perkara yang telah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi
(KPK).
Namun, ketika mengulik materi yang bersinggungan dengan kehidupan pribadi atasannya yang menikah siri, ia bisa mengingat dengan jelas. Hal ini membuat Hakim Alfis berang.
“Makanya jangan main-main, saudara bisa
searching
di Google, ada peristiwa di PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat ini, baru keluar dari pintu itu, langsung diamankan. Kenapa? Karena memberikan keterangan palsu di persidangan,” kata Hakim Alfis, dengan nada tinggi, Kamis.
Alfis mengatakan, majelis hakim, jaksa, maupun pengacara sama-sama ingin mendapatkan kebenaran materiil para terdakwa dugaan
korupsi di Basarnas
.
Apakah mereka terbukti melakukan korupsi atau tidak, kata dia, juga bergantung pada keterangannya sebagai saksi.
“Saudara jangan main-main, makanya saya peringatkan dari awal. Ini bukan dagelan,” ujar Hakim Alfis.
Jika keterangan dalam persidangan keliru atau dimanipulasi, hakim bisa menjatuhkan hukuman yang keliru kepada para terdakwa dan membuat publik marah.
Padahal, hal itu terjadi karena kesalahan saksi dalam memberikan keterangan di persidangan.
“Kami kan menuangkan dari fakta yang ada di persidangan. Jangan main-main di persidangan ini,” kata Hakim Alfis.
“Siap, siap. Mohon maaf Yang Mulia,” jawab Kundori.
Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.
Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500. Artinya, terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta, selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.