Hasto mengatakan lakon yang dimainkan, menggambarkan benar suasana kebatinan partai berlambang kepala banteng itu saat ini.
Hasto juga menekankan bahwa ada teladan dan pelajaran yang bisa direfleksikan dari dua tokoh dalam lakon itu, yakni dari Wisanggeni dan Batara Narada, yang kontekstual dengan kondisi saat ini.
“Cerita Lahirnya Wisanggeni; Wisanggeni itu artinya racun api; dia menggambarkan seluruh suasana kebatinan PDI Perjuangan. Kita lahir bukan di tengah kasur empuk, tapi di tengah gemblengan sejarah. Justru di tengah gemblengan maha dashyat, hadir dalam sosok bayi yang dibuang di candradimuka, tak hilang dan lenyap, tapi tumbuh menjadi ksatria sakti yang cinta kebenaran dan setia kepada rakyat,” kata Hasto Kristiyanto.
Hasto menceritakan singkat kisah Lahirnya Wisanggeni, anak dari Arjuna dan Batara Dresanala. Hubungan pasangan ini membuat Dewasrani (anak dari Batara Guru dan Dewi Durga) cemburu. Dewasrani menbujuk Dewi Durga agar bisa memisahkan hubungan Arjuna dan Dresanala. Dengan otoritas Batara Guru, dilakukan pemisahan paksa.
Batara Narada, dengan kejernihan alam pikir dan moralnya, melakukan protes atas itu. Tapi ambisi kekuasaan Batara Guru sangat brutal hingga memerintahkan agar bayi dalam kandungan Dresanala dipaksa lahir lebih cepat, dan bayinya dibuang ke kawah candradimuka.
Sang bayi, bernama Wisanggeni, mengalami keajaiban. Bukannya mati, namun pembuangan ke kawah justru menjadikannya sakti mandraguna, dan mampu menegakkan keberaran dan keadilan.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5098286/original/006792600_1737139514-79241cc2-fe82-47fb-9e1a-1a293071213d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)